Jakarta, MK Online - Dalil-dalil permohonan dan tuntutan para Pemohon dikaitkan dengan hasil perolehan penghitungan suara para pasangan calon, ternyata tidak memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap terjadinya perubahan perolehan suara ataupun keterpilihan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua.
Demikian antara lain Pendapat Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan perkara Nomor 114/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kab. Kaur, Provinsi Bengkulu Tahun 2010, Kamis (12/8/2010) bertempat ruang pleno lt. 2 gedung MK.
Permohonan ini diajukan oleh tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati Kaur 2010, yaitu Syamhardi Saleh-Silahuddin Nulana, Yuan Rasugi Sang-Abdul Karim Tukih, dan Zulkifli H. Japar-Malkadian.
Pelaksanaan Pemilukada Kab. Kaur Tahun 2010 yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 2010 dan diikuti 12 pasangan calon, menurut para Pemohon adalah cacat hukum. Para pemohon mempermasalahkan penetapan pasangan calon pamungkas, yaitu Hidayat-Surianto Ajam menjadi pasangan cabup/cawabup Kab. Kaur dengan nomor urut 12.
Menurut Para Pemohon, penetapan pasangan tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, menurut Para Pemohon, Termohon KPU Kaur telah melanggar kode etik dan sendi-sendi demokrasi dalam pelaksanaan Pemilukada Kab. Kaur Tahun 2010.
Menurut Mahkamah, KPU Kaur tidak mampu bersikap konsisten dalam menjalankan tugas dan kewenangannya terkait dengan verifikasi dan penetapan pasangan calon sebagai peserta Pemilukada Kab. Kaur Tahun 2010.
Mengenai kekhawatiran KPU Kaur atas terjadinya tekanan atau pengerahan massa secara besar-besaran dan menerima rekomendasi yang sebenarnya secara substansi tidak mendalam ataupun terperinci dari KPU Provinsi Bengkulu, merupakan hal-hal yang seharusnya dapat dihindari oleh Termohon. Hal ini secara tegas telah diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UU 22/2007 yang menyatakan, ”Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya”.
Pasangan Hidayat-Suriyanto Ajam yang keikutsertaannya dipermasalahkan oleh para Pemohon ternyata hanya memperoleh sebanyak 2.011 suara (3,49%). Seandainya pun suara tersebut diperoleh seluruhnya oleh salah satu Pemohon, tetap tidak akan mengubah hasil perolehan suara untuk menentukan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua ataupun hanya satu putaran saja.
Peringkat peraih suara terbanyak pertama ditempati pasangan Hermen Malik-Yulis Suti Sutri yang memperoleh 14.852 suara (25,80%). Peringkat kedua, pasangan Joharman Ma’in Saleh-Anhar Basaruddin dengan perolehan 14.595 suara (25,35%). Sedangkan para Pemohon hanya memperoleh suara sebanyak 5.720 suara (9,94%), 4.369 suara (7,59%), dan 4.787 suara (8,32%).
Secara matematis, perolehan suara pasangan Hidayat-Suriyanto Ajam sejumlah 2.011 suara jika dijumlahkan kepada masing-masing Pemohon, masih jauh di bawah suara yang didapatkan oleh pasangan peringkat pertama dan kedua. Sehingga Mahkamah berpendapat bahwa dalil-dalil para Pemohon tidak tepat dan tidak beralasan hukum, sehingga harus dikesampingkan.
Terhadap kajian dari Panwaslukada Kab. Kaur Nomor 02/Panwaslukada-KK/VI/2010 yang juga dikutip dalam dalil-dalil permohonan para Pemohon yang menyatakan bahwa KPU Kaur telah melanggar kode etik sebagai penyelenggara Pemilukada, Mahkamah tidak berwenang untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Hal ini merupakan kewenangan dari KPU untuk mempertimbangkan perlu atau tidaknya membentuk Dewan Kehormatan KPU.
Oleh karena itu, menurut penilaian Mahkamah, dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon telah melanggar kode etik penyelenggaraan Pemilu adalah tidak berdasar hukum dan harus dikesampingkan.
Sidang Pleno pengucapan putusan ini dilakukan oleh tujuh hakim konstitusi, yaitu Achmad Sodiki, selaku Ketua merangkap Anggota, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Harjono, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota.
Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. "Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Achmad Sodiki di ujung persidangan. (Nur Rosihin Ana/mh)