Jakarta, MK Online - Reformasi konstitusi melalui Perubahan UUD 1945 telah meletakkan dasar-dasar konstitusi bagi terwujudnya Indonesia baru yang lebih demokratis guna mencapai cita-cita nasional sesuai aspirasi rakyat. Perubahan UUD 1945 merupakan langkah perbaikan mendasar terhadap tata kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga tidak mudah terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan kepentingan bangsa dan negara, atau bahkan dapat mengancam eksistensi bangsa dan negara.
Demikian dinyatakan oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Achmad Sodiki, saat memberikan sambutan pada penutupan Seminar Nasional dalam rangka memperingati Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-65 MPR RI, Jum’at (20/8) di Ruang Nusantara V Komplek Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta. Acara tersebut merupakan kerja sama antara MPR RI dengan MK RI.
“Keberhasilan yang telah kita capai melalui Perubahan UUD 1945 telah diikuti dengan penyelenggaraan negara di era reformasi. Kita tentu berharap bahwa apa yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia melalui gerakan reformasi mewujud dalam keseharian penyelenggaraan negara berdasarkan hasil Perubahan UUD 1945,” lanjut Sodiki.
Meskipun begitu, menurut Sodiki, kita mesti mahfum jika dalam praktiknya, keinginan dan kenyataan tidak selalu berjalan linier. “Antara hasil perubahan sebagai law in book, tentu memiliki jarak dengan pelaksanaannya, law in action, selama sekitar sepuluh tahun ini. Jarak tersebut adalah suatu kewajaran dan merupakan hal yang tidak dapat sepenuhnya dihindari.”
Menurutnya, hal itu disebabkan dalam perumusan suatu aturan hukum tentu terdapat kelemahan, walaupun para perumus Perubahan UUD 1945 telah bekerja keras dengan teliti dan dengan pertimbangan yang komprehensif dan futuristik. “Tidak semua yang dikehendaki dapat dirumuskan dengan tepat tanpa kelemahan sama sekali,” katanya.
Oleh karena itu, dalam konteks ini Sodiki menegaskan, perlunya evaluasi terhadap pencapaian reformasi, baik dari segi pengaturan sampai pada tataran implementasinya. “Evaluasi diperlukan untuk menghilangkan, atau paling tidak memperkecil jarak dan perbedaan antara apa yang dicita-citakan dan dirumuskan dalam reformasi konstitusi dengan pelaksanaannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”
Dengan demikian, lanjut Sodiki, evaluasi bertujuan untuk adanya perbaikan berkelanjutan dalam membumikan konstitusi dan menjadikan UUD 1945 sebagai living constitution. Menurutnya, suatu konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang benar-benar dilaksanakan, tidak saja sesuai dengan rumusan formal, melainkan juga sesuai dan mampu mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.
“Konstitusi yang hidup juga merupakan konstitusi yang mampu berkembang dan dikembangkan secara dialogis dan demokratis guna menjadi kerangka bersama dalam menjalani dan menyelesaikan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara,” paparnya. (Dodi/Koen)