Jakarta, MK Online - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 147/PUU-VII/2009 yang membolehkan penggunaan e-voting dalam Pemilu, terjadi pro kontra mengenai persiapan KPU daerah dalam menggunakan e-voting dalam pemilukada. Debat terfokus pada soal landasan hukum e-voting : apakah dengan mengubah undang-undang atau cukup diatur oleh Peraturan KPU, mengingat implikasi putusan Mahkamah Konstitusi bukan hanya menyangkut cara melaksanakan pemungutan suara dari mencoblos/menandai menjadi menggunakan mesin elektronik, tetapi juga menyangkut pasal-pasal lain dalam undang-undang.
Sehubungan dengan hal tersebut, Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. Hamdan Zoelva SH.,MH yang menjadi salah satu narasumber diskusi publik tentang e-voting yang di selenggarakan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) bekerjasama dengan International Foundation for Electoral System (IFES), atas dukungan Indonesia-Australiam Partnership, pada hari Rabu, 18 Agustus 2010 di Hotel Ambara, Jakarta Selatan.
Dalam pidato ilmiahnya, Dr. Hamdan Zoelva SH.,MH., mengatakan bahwa “Penggunaan e-voting tidak dilarang, namun harus dipastikan tidak melanggar asas pemilu lansung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Selain itu daerah yang menggunakan e-voting harus siap dari segi penggunaan, perangkat lunak, kesiapan masyarakat, penyelenggara maupun pendanaannya”
Selain Dr. Hamdan Zoelva SH., MH., hadir pula Ganjar Pranowo (Wakil Ketua Komisi II DPR), Abdul Aziz (Anggota KPU), Bambang Eka Cahya Widodo (Anggota Bawaslu), Hamman Riza (Direktur Pusat Teknologi Informasi BPPT), dan Peter Erben (Country Director IFES Indonesia, Ahli Pemilu) dan dihadiri oleh perwakilan partai politik, para peneliti pemilu, serta para pemantau pemilu. (Edhoy)