Jakarta, MK Online - Konstitusi adalah suatu produk kesepakatan politik yang berdasarkan pada situasi dan kondisi saat konstitusi itu dibuat. “Konstitusi itu merupakan resultante, dia (konstitusi-red) adalah sebuah kesepakatan yang dilahirkan dari dinamika politik, sosial, budaya dan teknologi sebuah bangsa pada waktu tertentu. Jadi, konstitusi itu ada zamannya.
Demikian dikatakan Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD, saat menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional dalam rangka memperingati Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun Ke-65 MPR RI, Rabu (18/8) pagi. Seminar bertema “Evaluasi Pelaksanaan Hasil Reformasi Konstitusi” ini digelar pada 18-20 Agustus 2010, bertempat di Ruang Sidang Nusantara V, Komplek Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta.
Seminar yang dilaksanakan untuk melakukan review terhadap pelaksanaan Perubahan UUD 1945 serta merumuskan rekomendasi untuk melakukan perbaikan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara tersebut, diikuti oleh perwakilan dari lembaga-lembaga Negara, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat serta perwakilan dari berbagai daerah.
Lebih jauh Mahfud menjelaskan, ketika berbicara tentang konstitusi (UUD 1945 setelah perubahan-red) tidak layak untuk dikatakan salah-benar atau menyimpang dari Pancasila. “Kebenaran konstitusi itu terletak pada keberlakuannya. Tidak usah kita menilai atau memperdebatkan itu benar atau salah. Selama ia berlaku maka itulah konstitusi kita,” tegasnya. “Namun jika ingin dirubah tentu boleh,” lanjutnya.
“Konstitusi itu instrumen dari filsafat atau idelogi Negara. Hal itu merupakan pilihan hukum yang terbuka, open legal policy. Tidak perlu kita membelenggu generasi kedepan dengan kesepakatan-kesepakatan politik yang berlaku sekarang,” ujar Mahfud.
Selain itu, sambung Mahfud, dalam konteks perubahan konstitusi, teori bukanlah sesuatu yang wajib atau harus diikuti. “Teori itu memberi frame atau cara berpikir kita. Mau ikut teori boleh, tidak ikut teori pun boleh,” katanya.
Akhirnya, Mahfud pun mengingatkan, pengaturan dan implementasi UUD 1945 pasca perubahan sudah lebih baik dibandingkan sebelum perubahan. “Yang terpenting dari semua ini, kemajuan sudah banyak. Sebagai contoh, dari sudut demokrasi: demokrasi sudah hidup, kebebasan berpolitik dan perlindungan HAM sudah semakin lebih baik. Sedangkan dari sudut nomokrasi, sekarang undang-undang bisa digugat jika ada hak konstitusional yang dilanggar oleh berlakunya sebuah undang-undang,” jelasnya. (Dodi/Koen)