Jakarta, MK Online - Kelak jika budaya sadar berkonstitusi sudah melekat di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, maka diharapkan cara anarkis yang kerap kali ditempuh sebagian masyarakat Indonesia dalam menghadapi persoalan akan berubah menjadi cara yang lebih elegan dan bermartabat dengan mengadu di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga negara pelindung hak konstitusional seluruh warga negara Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar ketika menjadi pembicara mengenai Pendidikan Sadar Berkonstitusi pada acara Pemilihan Guru Berprestasi, Pemberian Penghargaan kepada Guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus dan Pemberian Penghargaan kepada Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus Tingkat Nasional Tahun 2010, Sabtu (14/8), di Grand Sahid Jaya, Jakarta.
Melalui sosialisasi budaya sadar berkonstitusi, Janedjri mengharapkan kelak seluruh rakyat Indonesia akan mengerti dan mengaplikasikan setiap norma konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Saya memimpikan suatu saat rakyat Indonesia tidak lagi menggunakan cara anarkis untuk menghadapi segala persoalan, tetapi dengan cara bermartabat dan elegan melalui jalan yang diamanatkan dalam konstitusi. Misalnya saja, jika seorang warga negara terlanggar hak konstitusionalnya yang dijamin oleh UUD 1945, maka dapat langsung mengadu ke MK. Itu jalan lebih damai dan elegan,” paparnya.
Janedjri mencontohkan salah satu perkara yang pernah diputus MK terkait pendidikan yang dimohonkan oleh salah seorang guru dari Banyuwangi, Fathul Hadi, yang berdampak besar terhadap anggaran pendidikan dalam APBN. Menurut Janedjri, Fathul Hadi merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan diberlakukannya UU APBN yang hanya menganggarkan 9,6% dari seluruh APBN untuk pendidikan pada 2006 lalu. Hal tersebut, lanjut Janedjri, jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan 20% untuk anggaran pendidikan dari APBN. “Melalui keberanian Bapak Fathul Hadi yang merupakan seorang guru inilah, alhamdulillah sekarang Pemerintah menganggarkan 20% dari APBN untuk pendidikan. Jadi, ini adalah contoh MK siap melindungi hak konstitusional warga negaranya,” jelasnya.
Mengenai kesadaran berkonstitusi, Janedjri mengimbau para guru untuk berpartisipasi aktif dalam menyosialisasikan budaya sadar berkonstitusi kepada para anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Menurut Janedjri, sosialisasi tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang memang ‘dekat’ dengan UUD 1945 sebagai konstitusi. “Seluruh warga negara wajib mengetahui dan sadar berkonstitusi. Dalam konstitusi kita terdapat seperangkat norma mengenai hidup bernegara, mengatur hak konstitusional warga negara yang bila semua hal tersebut dilanggar, maka MK wajib melindungi,” urainya.
Disinggung mengenai peran serta MK dalam pemberantasan korupsi yang merajalela di Indonesia, Janedjri menjelaskan MK mempunyai cara tersendiri untuk memberantas korupsi di tubuh MK. Salah satunya, jelas Janedjri, melalui visi MK menciptakan peradilan transparan dan akuntabel yang tercermin dalam setiap persidangan yang dilakukan oleh MK. “Persidangan yang terbuka dan putusan yang bisa diakses masyarakat menunjukkan transparansi MK. MK hanya berpihak pada keadilan. Oleh karena itu, perlu diingat oleh masyarakat bahwa MK tidak mungkin memenangkan pihak yang seharusnya kalah ataupun mengalahkan pihak yang seharusnya menang karena MK hanya berpegang pada keadilan semata,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)