Jakarta, MK Online - Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada Pemilukada Kab. Rejang Lebong Tahun 2010 belum bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, karena hanya terjadi secara sporadis di beberapa tempat saja. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ahli Pihak Terkait Maruarar Siahaan yang pada pokoknya menyatakan “kondisi íntolerable…that…becomes in effect “lawlesslaw” dalam sengketa ini tidak terjadi.
Demikian Pendapat Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Muhammad Alim dalam sidang pengucapan putusan perkara Nomor 93/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Rejang Lebong, Bengkulu, Jum'at (6/8/2010), bertempat ruang pleno lt. 2 gedung MK
Permohonan ini diajukan oleh H.A. Hijazi dan H. John Ferianto, pasangan calon bupati/wakil bupati Rejang Lebong Tahun 2010 dengan no. urut 1. Pasangan Hijazi-John mendalilkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Termohon KPU Kab. Rejang Lebong dan Pihak Terkait pasangan Suherman-Slamet Diyono.
Dalil Tidak Beralasan Hukum
Hijazi-John dalam posita permohonan sama sekali tidak menyatakan adanya kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon KPU Rejang Lebong. Mahkamah berpendapat, Pemohon tidak dapat membuktikan adanya kesalahan hasil penghitungan perolehan suara yang dilakukan oleh KPU Rejang Lebong, karena sama sekali tidak didukung oleh bukti-bukti baik surat maupun saksi.
Dalam pokok permohonan, Pemohon mendalilkan empat hal yang potensial mempengaruhi peringkat perolehan suaran, yaitu DPT bermasalah, penyampaian kartu pemilih dan undangan untuk memilih, pelanggaran administrasi, dan politik uang. Akan tetapi Pemohon dalam petitumnya meminta agar Mahkamah menetapkan suara yang benar menurut Pemohon, yaitu 67.015 suara.
Mahkamah berpendapat, DPT bermasalah, penyampaian kartu pemilih undangan untuk memilih, pelanggaran administrasi, dan politik uang yang didalilkan Pemohon tidak beralasan hukum sehingga harus dikesampingkan.
Politik uang (money politic) yang didalilkan Pemohon berupa pembagian VCD kepada masyarakat dan di dalamnya terselip uang Rp. 100.000. VCD bergambar pasangan pasangan Suherman-Slamet Diyono.
Setelah Mahkamah meneliti bukti-bukti dari para pihak dan hal-ihwal yang terungkap di persidangan, didapati fakta bahwa VCD tersebut merupakan alat kampanye yang tidak bertentangan dengan Pasal 76 UU 32/2004 tentang Pemda. Di dalam VCD yang dijadikan bukti pun tidak terdapat uang Rp. 100.000.
Selain itu, adanya SP3 yang diterbitkan oleh Kapolres Rejang Lebong No.Pol:SP.Sidik/96/VII/2010/Gakkumdu tanggal 24 Juli 2010, dengan alasan karena tidak cukup bukti. Kemudian, Surat Ketetapan No.Pol:S.Tap/01/VII/2010/Gakkumdu tanggal 24 Juli 2010, yang menetapkan menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka Usin alias Osen Bin Hanafi.
Sesuai fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. Seandainya pun benar, quod non, pelanggaran politik uang tersebut tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi peringkat hasil perolehan suara Pemohon sehingga dapat melampaui perolehan suara Pihak Terkait.
Alhasil, dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Achmad Sodiki, Mahkamah menyatakan menolak eksepsi Pihak Terkait pasangan Suherman-Slamet Diyono. Sedangkan dalam pokok permohonan, Mahkamah menyatakan menolak seluruh permohonan Hijazi-John. "Mengadili, Menyatakan, dalam eksepsi, menolak eksepsi Pihak Terkait. Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Sodiki di ujung persidangan. (Nur Rosihin Ana/mh)