Jakarta, MK Online - Gelar perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Kabupaten Tana Toraja No.124 dan 125/PHPU.D-VIII/2020 diwarnai keterangan saksi yang di antaranya menuturkan terjadinya pembakaran kotak suara di 12 kecamatan. Selain itu, diketahui telah terjadi praktik politik uang dan pembagian pipa air demi memenangkan salah satu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tana Toraja. Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan perkara, Kamis (5/8) siang di ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK).
Saksi Pemohon Selviana Ranteallo menerangkan saat pencoblosan Pemilukada Tana Toraja, 23 Juni 2010, ada dua lelaki berdiri di samping bilik suara TPS Kecamatan Rantai Tayau yang mempengaruhi para pemilih. Sebelum masuk bilik suara, dua orang itu mengatakan agar memilih Pasangan Calon No. Urut 5. Selanjutnya, masih pada 23 Juni 2010, pukul 21.30, Selviana melihat sekelompok massa di Kecamatan Rantai Tayau datang dan meminta dengan paksa kotak suara. “Setelah direbut, massa tersebut membakar kotak suara di depan kantor Kecamatan Rantai Tayau,” jelas Selviana.
Salah seorang anggota Majelis Hakim yakni Ahmad Fadlil Sumadi sempat menanyakan proses terjadinya pembakaran kotak suara dan upaya orang di dekat lokasi kejadian untuk memadamkan api. “Apakah tidak ada upaya orang-orang di dekat lokasi kejadian untuk memadamkan api, misalnya dengan air atau apalah,” tanya Fadlil.
Dijelaskan Selviana, proses pembakaran kotak suara berlangsung sekitar 30 menit. Api agak sulit dipadamkan, mengingat daerah Rantai Tayau dikenal sulit air. Selviana menambahkan, situasi yang memanas itu membuat panik orang-orang di sekitar lokasi kejadian, masing-masing orang berusaha menyelamatkan diri dari amukan massa, termasuk dirinya.
“Namun mengenai jumlah mereka yang membakar kotak suara, saya tidak tahu persis. Apalagi ketika mereka datang, langsung mematikan lampu, sehingga tidak jelas berapa jumlah mereka,” ucap Selviana.
Selviana menuturkan lagi, pada 14 Juli 2010 ia menerima undangan dari KPUD Tana Toraja mengikuti Rekapitulasi Suara Tingkat PPK 15 Juli 2010, sehubungan posisinya sebagai saksi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tana Toraja No. Urut 6. Namun saat Rekapitulasi Suara dimulai, ia menyatakan keberatan karena tidak menghadirkan kotak suara, serta menyaksikan formulir C1 yang sudah tidak tersegel.
Saksi Pemohon berikutnya adalah Yohana Leban Kabanga selaku Ketua PPS Desa Sarapeang, Kecamatan Rembon. Ia menceritakan pada 14 Juli 2010 ia mendampingi suaminya yang bekerja sebagai Panwas, saat pertemuan anggota Panwas di Hotel Filtra yang difasilitasi oleh KPUD Tana Toraja. Dikatakan Yohana, kalau ada petugas Panwas tidak hadir di hotel tersebut, maka honornya akan dipotong sebanyak Rp 250.000 dan tidak mendapatkan uang saku.
Kemudian pada 15 Juli 2010 diadakan Pleno Rekapitulasi Suara Tingkat PPK di Gedung Wanita, Kecamatan Makale. “Saya sebagai Ketua PPS, dalam hal ini tidak pernah mendapat undangan untuk dalam kegiatan tersebut. Seharusnya, Ketua PPS bertugas membantu PPK dalam membacakan perolehan suara Tingkat PPS,” ungkap Yohana.
Selanjutnya ada Saksi Pemohon bernama Marten Rembon yang menjelaskan perihal pembagian uang dan pipa air. Dikatakan Marten, pada 5 Juni 2010 ia melihat truk yang membawa pipa air dan diketahui supirnya adalah Masuam. Kemudian Marten tanya ke supir itu, akan dibawa kemana pipa air itu. Supir itu menjawab, pipa air itu akan dibawa ke pemiliknya Yofinus selaku Pasangan Calon No. Urut 5. Hingga akhirnya diketahui, pipa air itu akan dibagikan untuk dua lembang (desa), tujuannya agar memilih Pasangan Calon No. Urut 5.
Keterangan mengejutkan datang dari Saksi Pemohon bernama Sri Yuti Andi Lolo, masih seputar pembakaran kotak suara. Sri yang menjadi Ketua PPK Mangkendek, memberikan pernyataan bahwa pembakaran kotak suara tidak hanya terjadi di Rantai Tayau. Namun menurut informasi yang didapatkannya, pembakaran kotak suara terjadi di 12 kecamatan dari 19 kecamatan yang ada di Tana Toraja. (Nano Tresna A.)