Mahfud MD: Pidana Pemilukada Bisa Diselesaikan Berdasar KUHP
Rabu, 11 Agustus 2010
| 09:47 WIB
Ketua MK, Moh. Mahfud MD menjelaskan mengenai tindak pidana terkait pemilukada dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman penyelesaian hukum dalam tindak pidana pemilukada antara Polri dan MK, Selasa (10/08) di Aula MK, Jakarta.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD menyatakan, tindak pidana pemilukada yang terungkap di MK bisa ditindaklanjuti lebih jauh. Temuan-temuan tindak pidana pemilukada baik yang telah diselesaikan maupun tindak pidana baru yang terungkap di MK, semisal saksi palsu, dokumen palsu, dapat diselesaikan penegakan hukumnya.
“Berdasarkan kesepakatan antara MK, Polri, Kejaksaan Agung, KPU dan Bawaslu, tahun lalu, tindak pidana yang berhimpit dengan pidana umum yang tidak terselesaikan meskipun KPU telah menetapkan keputusan, hal itu tidak ada kadaluarsanya,” kata Mahfud MD dalam penandatanganan Nota Kesepahaman penyelesaian hukum dalam tindak pidana pemilukada, Selasa (10/08) di Aula MK, Jakarta.
Hal itu nantinya, lanjut Mahfud MD, bisa ditindak sebagai pidana umum berdasarkan KUHP. Jadi, penegakan hukumnya tidak hanya berdasarkan UU Pemilu yang memiliki batas waktu pelaporannya, semisal sebelum penetapan keputusan KPU terkait terpilihnya salah satu kepala daerah.
“Selama ini, banyak pemohon perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) mengeluhkan tindak kecurangan dalam pemilukada. Selain itu, sekaligus untuk meluruskan bahwa selama ini seakan-akan MK telah memutus tindak pidana pemilukada, hal itu tidak demikian. Sebenarnya MK tak pernah mengadili tindak pidana dan administrasi pemilu,” papar Mahfud.
Apabila tindak pidana dan pelanggaran administrasi ternyata dapat mempengaruhi perolehan suara maka hal itu akan digunakan dalam memutus perkara PHPU Kepala Daerah oleh MK. “Tindak pidana menjadi pertimbangan memutus, tetapi MK tidak pernah menjatuhkan hukuman atau mengadili tindak pidana pemilukada. Oleh karena itu, tindak pidana yang terungkap di MK supaya ditindaklanjuti. Inilah pentingnya kerja sama antara MK dan Polri karena tindak pidana itu menjadi kewenangan kepolisian,” cetus mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini.
Lebih jauh mengenai kesaksian palsu dan dokumen palsu, Mahfud menegaskan, MK juga tidak menggunakan kesaksian dan data palsu dalam dasar putusannya. Itu hanya ditulis sebagai fakta persidangan yang terungkap. “Maka dari itu yang palsu-palsu diteruskan dan ditindak sesuai hukum yang berlaku. Hal ini agar pemilukada dan demokrasi ke depan akan berjalan dengan baik lagi dan negeri ini bisa maju,” tegasnya. (RN Bayu Aji/Koen)