Jakarta, MK Online - Sidang Pemeriksaan lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/8) malam. Pada persidangan kali ini, Pihak Terkait menghadirkan dua orang ahli, yakni Prof. Saldi Isra dan Dr. Suparman Marzuki. Sedangkan Pemohon menghadirkan salah satu Anggota KPU Kabupaten Bengkulu Selatan, Ovitariani.
Dalam keterangannya, Saldi Isra, menjelaskan tentang konsekuensi putusan MK nomor 57/PHPU.D-VI/2008 terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Bengkulu Selatan. Menurutnya, dengan adanya putusan MK itu, Pemilukada yang diselenggarakan oleh Termohon (KPU Bengkulu Selatan) adalah batal demi hukum. Dengan kata lain, Pemilukada Bengkulu Selatan pada 16 Oktober 2008 dan 6 November 2008 dianggap tidak ada.
“Keliru jika Pemilukada 3 Juli 2010 dianggap sebagai Pemilu putaran ketiga. Jika (Pemilukada pada 2008) batal demi hukum, sesuai keputusan MK, maka dianggap tidak pernah ada Pemilukada,” jelasnya.
Menurutnya, keputusan Termohon untuk menyelenggarakan pemungutan suara setelah melaksanakan putusan MK adalah sudah tepat. Karena, lanjut Saldi, dalam Pasal 107 Undang-Undang 32 Tahun 2004 menyatakan, pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara sah lebih dari 50% atau jika tidak terpenuhi, maka yang memperoleh lebih dari 30% suara sah, dan jika tidak terpenuhi juga, maka harus diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti pasangan pemenang pertama dan pemenang kedua.
“Pada hasil pemungutan ulang tanggal 3 Juli 2010 berdasar putusan MK, tidak ada calon yang memenuhi ketentuan Pasal 107 UU 32 Tahun 2004. Karena tidak terpenuhi, maka harus ada putaran kedua,” tegasnya.
Selanjutnya Suparman Marzuki juga mengungkapkan hal yang senada. Ia mengungkapkan bahwa tidak ada penafsiran lain terhadap bunyi Pasal 107 tersebut. “Pengaturan tersebut bersifat limitatif pasti, sebagai syarat minimal representasi rakyat pemilih. Tidak ada penafsiran lain. Tahap kedua diikuti oleh siapa yang mendapatkan 50% atau 30% lebih. Tidak ada klausul lain yang menganulir hal itu. Jika tidak, maka hak-hak pasangan calon dan hak konstitusional masyarakat pemilih akan terlanggar,” paparnya.
Tidak hanya itu, Suparman pun menjelaskan tentang peran dan fungsi serta batasan kewenangan KPU Provinsi terhadap KPU Kabupaten. Hal ini berdasar kepada pengalamannya sebagai Ketua KPU Provinsi DI Yogyakarta. Menurutnya, KPU Pusat, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, memiliki hubungan yang koordnatif dan berlandaskan asas kemandirian. “KPU Provinsi tidak berwenang menganulir keputusan KPU Kabupaten. KPU Provinsi hanya berwenang melakukan supervisi (dalam bentuk) pengawasan, koordinasi dan memberikan saran yang bersifat tekhnis. Tidak menyangkut kewenangan subtantif dari KPU Kabupaten,” tuturnya.
Kemudian, pemberi keterangan, dari KPU Provinsi, yang dihadirkan Pemohon I menyatakan bahwa mereka telah melakukan supervisi terhadap Pemilukada di Bengulu Selatan. Dan, hasil dari supervisi tersebut beberapa diantaranya adalah pertama, putusan KPU Kabupaten Bengkulu Selatan terkait pemungutan suara ulang adalah tidak tepat; kedua, tidak ada Pemilukada putaran keempat; dan ketiga, merekomendasikan kepada KPU Bengkulu Selatan untuk menetapkan pemenang hasil pemungutan suara ulang sebagai pemenang dalam Pemilukada Bengkulu Selatan.
Setelah mendengar keterangan para ahli dan pemberi keterangan, perkara dengan nomor perkara 100/PHPU.D-VIII/2010 dan 101/PHPU.D-VIII/2010 ini pun ditutup oleh Ketua Panel, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, dengan sebelumnya melakukan pengesahan pada masing-masing alat bukti yang diajukan oleh para pihak. (Dodi/mh)