Jakarta, MK Online - Menyongsong HUT Ke-7, MK menggelar pagelaran wayang kulit yang didalangi Ki Manteb Soedharsono, Jumat (6/8/2010). Acara yang dimulai pukul 20.00 WIB ini didahului dengan pembukaan oleh Ketua MK Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, pentas wayang menjadi agenda rutin tahunan MK dalam setiap menyambut ulang tahunnya. MK didirikan pada 13 Agustus 2003 dan pada 2010 ini, tepat tujuh tahun keberadaan MK. “Tujuan pagelaran adalah dalam rangka peningkatan kesadaran berkonstitusi,” kata Mahfud MD.
Menurut pengikut setia Gus Dur ini, wayang sebagai tradisi kesenian yang masih mengakar kuat di masyarakat dapat menjadi wahana efektif untuk menyosialisasikan pentingnya sadar berkonstitusi kepada setiap warga negara.
Di awal rangkaian pagelaran, Mahfud MD secara simbolis menyerahkan wayang Semar kepada dalang sebagai tanda dimulainya pementasan wayang kulit. Di tengah-tengah pementasan, Ki Manteb membuka dialog dan meminta Ketua MK menjadi narasumber untuk menjelaskan Mahkamah Konstitusi dan pentingnya memahami konstitusi.
Semar: Keadilan Tidak Lahir Jika Hukum Tidak Ditegakkan
Lakon pagelaran ini adalah “Ismoyo Maneges” (Semar Sang Pamomong). Diceritakan, dalam situasi negara sedang bergejolak di segala bidang, ternyata Prabu Duryudana Raja Hastina dan Prabu Puntadewa Raja Amarta bertengkar untuk pembagian wilayah antara Negara Hastina dan Amarta. Pertengkaran belum selesai, datang Ki Lurah Semar melerai pembicaraan kedua Raja itu dan Semar mengajak kedua Raja itu untuk memikirkan nasib para rakyat kecil yang hidupnya serba susah. Menurut Semar, menjadi Raja itu bukan Rajanya Saudara dan Golongan, akan tetapi Rajanya Bangsa.
Saran Ki Lurah Semar tidak diterima dengan baik dan malah dianggap menghalangi kehendak Raja Hastina. Karena di kerajaan Hastina juga ada Brahmana Baru yang bernama Begawan Sukma Lawung yang ternyata tidak senang kedatangan Semar. Persoalan tidak berhenti di situ, Semar ditetapkan menjadi penghalang perundingan Kurawa dan Pandhawa, sehingga Begawan Sukma Lawung mengutus Kurawa dan Harjuna untuk menyingkirkan Semar kalau perlu harus dibunuh. Raden Werkudara diutus mencari Prabu Kresna untuk berunding di Hastina.
Pada akhirnya, Ki Lurah Semar mendapat amanah menjadi Sang Pamomong, dalam arti ngemong semua umat tanpa pandang bulu. Tugas Kyai Semar adalah membela kebenaran dan membela tegaknya hukum menurut undang-undang yang berlaku, karena menurut Kyai Lurah Semar, keadilan tidak akan bisa lahir kalau hukum tidak ditegakkan. Cerita ini sesuai dengan visi misi Mahkamah Konstitusi: Memayu Hayuning Jiwo, Memayu Hayuning Kulowargo, Memayu Rahayuning Sasomo, Memayu Rahayuning Bawono.
Ki Manteb, dalang yang membawakan lakon tersebut, adalah dalang Wayang Kulit Purwa yang mulai terkenal sejak tahun 1980-an. Ia berasal dari daerah Ndoplang, Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Surakarta. (Yazid)