Jakarta, MK Online - “Kita harus menjaga hal-hal kecil yang mungkin saja berakibat besar terhadap Mahkamah Konstitusi, karena hal-hal besar sudah kita jaga dengan baik.”
Itulah pesan sederhana dan seakan ‘remeh’, tapi mempunyai makna khusus dan konsekuensi besar. Terutama terhadap keluarga besar -Hakim Konstitusi dan karyawan- Mahkamah Konstitusi RI. Pernyataan simbolis yang mengingatkan kita akan istilah: karena nila setitik rusak susu sebelanga; karena kesalahan kecil rusak semuanya. Inilah mungkin pesan yang ingin disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-7 Mahkamah Konstitusi Repubik Indonesia yang jatuh pada 13 Agustus 2010 nanti. Seolah ia ingin berkata: menjaga prestasi lebih sulit dari meraihnya.
Acara yang bertajuk “Perayaan HUT MKRI Ke-7 dan Peluncuran Buku Hakim Konstitusi Muhammad Alim” tersebut digelar pada Kamis (5/8) malam, bertempat di Aula Lantai Dasar Gedung MKRI. Saat itu, hadir pula Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa, serta beberapa perwakilan mitra kerja MK dari beberapa institusi dan lembaga negara lainnya.
Dalam sambutannya, Mahfud juga menyatakan, pencapaian MKRI dalam usianya yang masih relatif muda, yakni tujuh tahun, adalah sudah cukup bagus dan membanggakan. Terbukti dengan begitu banyaknya prestasi dan pengakuan dari berbagai kalangan terhadap kinerja MK selama ini. Pengakuan tersebut tidak hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri.
“Saya baru saja mendapat surat dari Wakil Presiden Mahkamah Konstitusi Austria. Bagi saya pernyataan (dalam surat) ini juga mewakili pandangan dari negara-negara lainnya, khususnya para peserta Konferensi Hakim Mahkamah Konstitusi se-Asia yang lalu. Dalam suratnya, ia sangat terkesan dengan konferensi yang diselenggarakan oleh MKRI. Ia terkesan dengan rangkaian protokoler yang sangat luar biasa, materi konferensi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan hukum, serta keramah-tamahan masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Janedjri M. Gaffar. Dalam laporannya, ia memaparkan bahwa MK pada usianya yang ke tujuh ini, tidak hanya memiliki segudang prestasi. Salah satunya terbukti dengan diraihnya predikat Laporan Keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementrian Keuangan (Kemenkeu) selama lima tahun berturut-turut. Namun MKRI juga, lanjut Janedjri, adalah pionir dalam mewujudkan peradilan modern berbasis teknologi di Indoneisa.
“Mahkamah Konstitusi sudah mengarah kepada peradilan modern yang berbasis informasi dan teknologi, yakni e-court. Dengan mewujudkan pelayanan administrasi perkara yang cepat, tepat, ramah namun tegas. Serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujar Janedjri.
Meskipun begitu, Mahfud berpesan, dengan segala prestasi yang telah dicapai MK selama ini, jangan sampai menjadikan MK berpuas diri dan berhenti melakukan terobosan dan perubahan kearah yang lebih baik lagi. “Yang penting keluarga besar Mahkamah Konstitusi harus selalu mempertahankan prestasinya, karena kalau kita semakin tinggi, maka jika tersandung ‘batu’ jatuhya akan lebih sakit,” pesannya.
Selanjutnya, dalam acara yang dimeriahkan oleh Tukul Arwana tersebut, diselenggarakan penganugerahan Pegawai Teladan MKRI Tahun 2010. Saat itu terpilih 12 ‘nominator’. Keduabelas pegawai tersebut dipilih dari tiap unit kerja di MKRI melalui proses kuesioner dari teman sekerjanya. Mereka masih berstatus ‘nominator’ karena nantinya di antara mereka hanya terpilih beberapa orang untuk meraih gelar Pegawai Teladan MKRI Tahun 2010. Selain itu, pada kesempatan yang sama diberikan beberapa door prize bagi para karyawan yang hadir.
Peluncuran Buku Hakim Konstitusi
Pada malam itu juga dilakukan peluncuran buku karangan Hakim Konstitusi Muhammad Alim, berjudul “Asas-Asas Negara Hukum Modern Dalam Islam: Kajian Komprehensif Islam dan Ketatanegaraan” terbitan ELKIS. Buku yang berangkat dari buah pemikirannya semasa kuliah pada tingkat pasca sarjana tersebut mengangkat isu tentang prinsip-prinsip hukum kontemporer dalam khazanah pemikiran Islam.
Buku itu, menurut Mahfud, adalah buku yang menguraikan pemikiran tentang Islam dan ketatanegaraan. “Buku ini menegaskan bahwa hukum islam itu inklusif bukan eksklusif. Islam itu sumber hukum dalam arti materil, bukan hukum formal. Ia adalah bahan yang diolah secara eklektik dengan bahan-bahan (sumber) hukum lainnya yang pada akhirnya menghasilkan produk bernama undang-undang,” paparnya.
Dengan diluncurkannya buku tersebut, Alim pun menegaskan bahwa dirinya siap untuk ‘mempertanggungjawabkan’ karyanya tersebut di hadapan khalayak pembaca. “Saya sudah banyak mengadili orang. Namun malam ini, saya siap diadili oleh pembaca!” tegas Alim, dengan diiringi seuntai senyum di wajahnya. (Dodi)