Jakarta, MK Online - Dua Pemohon, dua petitum yang berbeda. Yang satu, minta kejelasan status. Yang satu lagi minta pemungutan suara ulang. Bahkan, salah satu Pemohon menjadi Pihak Terkait dalam permohonan yang satunya lagi.
Itulah gambaran sepintas persidangan perkara nomor 100/PHPU.D-VIII/2010 (Pemohon I) dan 101/PHPU.D-VIII/2010 (Pemohon II) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Bengkulu Selatan yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/8) di Ruang Sidang Panel MKRI.
Sidang dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon serta tanggapan Pihak Terkait itu dihadiri oleh Pemohon Prinsipal I (sekaligus sebagai Pihak Terkait dalam permohonan Pemohon II), pasangan calon Resnan Efendi-Rohidin Marsyah beserta kuasanya. Hadir pula Kuasa Hukum Pemohon II, Roder Nababan dan Horas Siagian. Sedangkan Termohon dan Pihak Terkait hadir Prinsipal didampingi kuasanya.
Dalam jawbannya, Termohon mengajukan eksepsi terhadap permohonan dan membantah seluruh dalil Pemohon I dan II. Menanggapi dalil Pemohon I, Termohon menyatakan, dalil Pemohon tidak berdasar, jelas dan rinci. “Pemohon tidak menguraikan secara rinci pelanggaran apa saja yang terjadi? Dimana? Bagaimana terjadinya? Seperti apa? Tidak dipaparkan oleh Pemohon,” ujar Kuasa Hukum Termohon, Husin Adisaputra.
Kemudian, terkait dengan adanya penggunaan istilah ‘pemungutan suara ulang’ dan ‘pemilukada ulang’ yang dipersoalkan oleh Pemohon I, Termohon menyatakan, pihak Pemohonlah yang tidak konsisten dengan penggunaan istilah tersebut. Bahkan, lanjut Termohon, Pemohon I telah memberikan argumentasi yang tidak logis dan mencoba menimbulkan kerancuan pengertian terhadap istilah tersebut dalam upaya ‘mempengaruhi’ dan ‘menyesatkan’ Mahkamah. Dalam hal ini, Pemohon dan Termohon memiliki perbedaan pandangan dalam memaknai putusan MK nomor 57/PHPU.D-VI/2008 tentang PHPU Kepala Daerah Bengkulu Selatan. Pemaknaan tersebut berkonsekuensi terhadap status penyelenggaraan Pemilukada dan pemungutan suara yang telah dilakukan oleh Termohon.
“Pemohon telah melakukan lompatan argumentasi yang tidak logis. Pemohon ragu-ragu dengan permohonannya. Di satu sisi meminta pemungutan suara ulang, namun disisi lain Pemohon menundukkan diri terhadap hasil penghitungan KPU,” lanjut Husin. “Untuk itu, Termohon akan membuktikan tafsir yang benar dengan diagram yang kami sertakan dalam lampiran jawaban,”
Termohon pun dalam jawabannya seakan bertanya kepada Pemohon dan Majelis. Mana yang benar terkait konsekuensi putusan MK nomor 57/PHPU.D-VI/2008. Apakah putusan MK yang menyatakan batal SK KPU dan memerintahkan pemungutan suara ulang--dengan mendiskualifikasi salah satu pasangan karena tidak memenuhi syarat-- tersebut adalah lanjutan dari Pemilukada sebelumnya, ataukah pengganti dari Pemilukada yang telah diselenggarakan.
Sedangkan untuk Pemohon II, Termohon juga mengajukan eksepsi karena Pemohon telah salah dalam menentukan objek sengketa. “Pemohon telah eror in objecto, kami tidak pernah membuat Surat Keputusan KPU nomor 28/KPU BS/VII/2010 tertanggal 18 Mei 2010,” katanya. Selain itu, Termohon juga membantah dalil Pemohon II tentang adanya ijazah palsu oleh salah satu pasangan calon. Menurutnya, KPU belum pernah menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terkait ijazah palsu.
Pihak Terkait Hadirkan Ahli, Pemohon Hadirkan KPU Pusat
Berkaitan dengan perbedaan pandangan atau ‘tafsir’ antara Pemohon I, Termohon dan Pihak Terkait tentang status Pemilukada yang diselenggarakan oleh KPU Bengkulu Selatan. Yang hingga kini, sudah melakukan tiga kali pemungutan suara, yakni Pemilukada putaran pertama, Pemilukada putaran kedua, dan pemungutan suara ulang berdasar putusan MK. Oleh karenanya, untuk memperkuat dalil Pemohon dan bantahan Pihak Terkait, masing-masing pihak berniat meghadirkan ahli. Bahkan tidak hanya itu, Pemohon I pun rencanannya akan menghadirkan KPU Pusat dan KPU Provinsi Bengkulu pada persidangan berikutnya.
Adapun sidang Panel yang terdiri dari Hakim Konstitusi Achmad Sodiki (Ketua Panel) serta Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono ini, akan digelar pada Rabu (4/8) pukul 18.30 WIB di gedung MK. (Dodi/mh)