Jakarta, MK Online - Universitas Hasanuddin (Unhas) berhasil memenangkan ”Debat Konstitusi Perguruan Tinggi Se-Indonesia” yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK), mengungguli Universitas Airlangga (Unair) pada babak grandfinal, Senin (2/8) malam di Studio TVOne, Jakarta. Kemenangan tersebut kian lengkap, saat Dewan Juri memberikan predikat ”the best speaker” kepada M. Alwi, salah seorang peserta debat dari Unhas.
Sesi pertama grandfinal ”Debat Konstitusi Perguruan Tinggi Se-Indonesia” mengetengahkan topik ”Pro Kontra Hak Pilih Bagi TNI”. Unair bertindak sebagai Tim Pro, sedangkan Unhas sebagai Tim Kontra. Di awal debat, Tim Pro menjelaskan hak pilih merupakan hak konstitusional yang paling mendasar, sejalan dengan UU HAM dan Konvensi Internasional ratifikasi mengenai hak sipil dan hak politik.
”Landasan demokrasi dibangun dari dua hal, yaitu asas persamaan dan asas kebebasan. Dalam asas persamaan kita mengenal dua hal pula, yaitu asas abstrak formal dan asas proporsional. Dari abstrak formal itulah kita melihat, tidak boleh ada perbedaan antara hak warga negara satu dengan yang lain,” tegas peserta dari Tim Pro.
Dengan demikian, sambung Tim Pro, TNI dan Polri mempunyai kesempatan dan hak memilih dalam pemilu. Mereka mencontohkan pelaksanaan Pemilu 1955, saat itu TNI dan Polri mempergunakan hak pilihnya, namun selama pemilu tersebut tidak terjadi kekacauan dan kekisruhan maupun perpecahan.
”Oleh sebab itu, hak pilih anggota TNI dan Polri merupakan hak asasi yang melekat pada pribadi, bukan institusi,” imbuh peserta dari Tim Pro.
Sementara itu, Tim Kontra menerangkan bahwa dalam UUD disebutkan TNI dan Polri adalah alat negara, yang berdiri di atas seluruh kepentingan golongan. Hal ini menandakan pada dasarnya TNI dan Polri bersifat independen. Karena itu, ketika hak pilih diberikan kepada TNI dan Polri, maka independensi mereka dipertanyakan.
”Adanya hak pilih, maka akan ada keberpihakan di dalamnya. Karena mereka akan memilih salah satu pihak yang akan menjadi bagian dari pandangan mereka. Selain itu saat ini sedang dilakukan reformasi dalam tubuh TNI, sehingga kalau mereka diberi hak pilih, ini akan mengganggu reformasi tersebut. Jadi, tidak ada urgensinya untuk memberikan hak pilih kepada TNI maupun Polri,” papar Tim Kontra.
Debat konstitusi antara perguruan tinggi itu makin seru dan memanas, saat memasuki sesi kedua yang mengambil topik ”Pidana Mati Bagi Koruptor”. Dalam sesi kedua, giliran Unhas yang menjadi Tim Pro dan Unair sebagai Tim Kontra. Di awal perdebatan, Tim Pro memaparkan penelitian terbaru mengenai Indonesia yang menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup di wilayah Asia Pasifik.
”Fakta ini memang sangat menyedihkan. Kami berkeyakinan, korupsi adalah kejahatan yang sangat luar biasa, kejahatan terhadap sesama manusia, dan musuh bersama umat manusia. Oleh karena itu korupsi harus diatasi dengan cara yang luar biasa pula, dengan memberikan hukuman mati terhadap koruptor. Pemberian hukuman mati tidak melanggar HAM, ” sergah Tim Pro.
Tim Pro memang tidak sekadar bicara, mereka menerangkan dampak korupsi yang dapat menghambat jalannya pembangunan dan kesejahteraan di setiap lini kehidupan. Bagaimanapun, korupsi menjadi masalah serius terhadap stabilitas dan keamanan negara.
”Jika China, Malaysia, dan Singapura berani bertindak dan menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor, mengapa Indonesia tidak? Jika tidak dari sekarang, lalu kapan kita berani bertindak?” kata Tim Pro mempertanyakan.
Sebaliknya, Tim Kontra membantah pernyataan Tim Pro. Dijelaskan Tim Kontra, dalam perkembangan hukum internasional, kejahatan yang dilakukan sangat dahsyat, ancaman hukuman maksimalnya berupa hukuman seumur hidup. Jadi, bukan diberikan hukuman mati. Tim Kontra juga tidak sependapat Indonesia menerapkan hukuman mati bagi koruptor, seperti dilakukan China.
”Kenyataannya, jumlah koruptor tetap tidak berkurang dan tidak memberi efek jera. Bahkan China masih termasuk 10 besar negara terkorup di dunia,” ucap peserta Tim Kontra.
Grandfinal ”Debat Konstitusi Perguruan Tinggi Se-Indonesia” yang disaksikan langsung oleh Ketua MK Mahfud MD, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, para hakim konstitusi, Sekjen MK Janedjri M. Gaffar, pejabat struktural dan para mahasiswa ini pun usai, saat Dewan Juri yang terdiri atas 15 anggota memutuskan Universitas Hasanuddin menjadi pemenangnya dengan skor tipis. ”Persaingannya begitu ketat, masing-masing peserta memiliki argumentasi yang logis,” ucap Fajrul Falaakh sebagai Ketua Dewan Juri.
Bagi Universitas Hasanuddin, inilah kali pertama menjadi pemenang debat konstitusi tingkat nasional. Tahun 2009 lalu, pemenang pertamanya diduduki oleh Universitas Sumatera Utara dan posisi kedua diraih oleh Universitas Andalas. (Nano Tresna A/Yazid)