Jakarta, MK Online - Keterangan saksi Pemohon pada persidangan sebelumnya dibantah oleh saksi-saksi yang dihadirkan oleh Pihak Terkait pada sidang lanjutan PHPU Kepala Daerah Kabupaten Dharmasraya, Jumat (30/7) di Ruang sidang Pleno MKRI.
Dalam sidang tersebut, para saksi Pihak Terkait membantah adanya praktik politik uang pada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kabupaten Dharmasraya selama Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) berlangsung.
“Saya tidak ada menerima uang dan tidak ada memberi uang selama Pemilukada,” ujar Abu Bakar.
Adapula kesaksian dari Jainudin, yang membantah bahwa dirinya telah memerintahkan Doni Saputra –saksi Pemohon- untuk mencoblos 35 surat suara dengan tujuan memenangkan pasangan nomor urut dua. “Saya tidak pernah menyuruh Doni Saputra menyoblos 35 surat suara untuk nomor urut dua. Yang menang disana nomor urut satu, dengan perolehan suara 35 suara,” tegasnya. Keterangan ini dibenarkan oleh saksi lainnya, Jazuli, seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Terhadap dalil money politic berkedok sumbangan kepada tim sepak bola di Dharmasraya. Saksi Pihak Terkait, Ismail Marzuki, juga membantahnya. “Adi Gunawan memang menyerahkan uang sebesar 10 juta, namun saat itu, ia (bertindak) sebagai Ketua KONI Daharmasraya. Pertandingan sepak bola itu tidak ada hubungannya dengan Pemilukada. Bapak Adi Gunawan tidak ada minta dukungan saat sambutan. Saat itu 19 April, belum masuk Pemilukada,” katanya.
Adapun pada kesempatan itu, Panel kembali mendengarkan saksi Pemohon. Karena beberapa saksi sempat tertunda untuk memberikan keterangan pada persidangan sebelumnya. Sebagian besar saksi Pemohon masih menerangkan tentang praktik politik uang oleh Pihak Terkait dan adanya surat dari Sultan Darman yang terkesan menghimbau namun sebenarnya bersifat “wajib” dipatuhi. Dengan kata lain, hal ini merupakan bentuk intimidasi terhadap pemilih.
“Dalam konsep Minangkabau, ada Penghulu ada Raja. Raja memiliki kekuasaan terhadap tanah yang berada diwilayah kekuasaannya. Jadi terkait dengan surat ‘himbauan’ itu tidak benar jika tidak berpengaruh (kepada masyarakat). Kalau raja bilang apa, maka harus diikuti. Jika tidak diikuti maka ada hukumannya. Jika kita tidak mengikuti titah raja, maka raja bisa mengambil tanah kita. Sertifikat tidak berlaku,” papar saksi Abdul Rahman. “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,” lanjutnya.
Kesaksian itu dikuatkan oleh Saksi Pemohon, Masriki, menurutnya, telah terjadi intimidasi terutama di Kecamatan Kuto Besar dan Kecamatan Sungai Rumbai. “Surat edaran itu sangat menekan perasaan teman-teman eks transmigrasi. Karena berada diwilayah Tuanku Sultan Darman. Karena dalam surat itu ada kalimat ‘apabila ada persoalan terkait tanah, kami tidak bertanggung jawab’” tuturnya.
Selanjutnya, pada sidang itu, hadir pula Panitia Pengawas Pemilukada Kabupaten Dharmasraya. Dalam penjelasannya, ia menerangkan, ada 19 laporan yang masuk ada dugaan pelangaran administrasi dan pidana. “Ada Sembilan yang masuk Gakumdu (Penegakan Hukum Terpadu) namun tidak ada satu pun yang dilanjutkan. Karena tidak cukup bukti,” ucap perwakilan Panwaslukada itu.
Setelah mendengarkan seluruh kesaksian, Sidang Panel yang terdiri dari Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel) beserta Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva tersebut, melakukan pengesahan terhadap alat bukti yang diajukan oleh para pihak. (Dodi)