Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kab. Luwu Timur. Demikian amar putusan Nomor 74/PHPU.D-VIII/2010 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi tujuh Hakim Konstitusi, Senin (26/7), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Muh. Mur Parantean dan Aspar Syafar, Pasangan Calon Nomor Urut 3 Umar Makandiu dan Ilham, serta Pasangan Calon Nomor Urut 4 Nur Husain dan Abdul Madjid Tahir dalam Pemilukada Kabuaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Termohon dan Pihak Terkait mengajukan eksepsi yang relevan untuk dipertimbangkan Mahkamah. “Eksepsi yang relevan untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah eksepsi pada angka 1 mengenai eksepsi Kewenangan Mahkamah,” jelasnya.
Fadlil menjelaskan bahwa Termohon dan Pihak Terkait dalam jawabannya sama-sama mengajukan eksepsi mengenai objek sengketa permohonan Pemohon kabur, karena objek sengketa yang dipersoalkan oleh Pemohon bukan merupakan hasil penghitungan suara. Terhadap eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tersebut, lanjut Fadlil, Mahkamah berpendapat bahwa objek sengketa Pemilukada diatur dalam Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 dan Pasal 4 PMK 15/2008. Fadlil menjelaskan berdasarkan objek permohonan a quo, Mahkamah berpendapat bahwa yang menjadi objek utama permohonan Pemohon adalah Keputusan Termohon Nomor 30/SK/P.KWK/KPU-LT/VII/2010, tertanggal 1 Juli 2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010, sedangkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten/Kota oleh KPU Kab. Luwu Timur, tertanggal 28 Juni 2010 merupakan objek permohonan Pemohon yang kedua.
“Dengan demikian, Pemohon telah salah dalam menempatkan dan menjadikan objek utama permohonannya berupa Keputusan KPU Kabupaten Luwu Timur tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih. Hasil Rekapitulasi Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Luwu Timur dituangkan oleh KPU Kabupaten Luwu Timur dalam bentuk Berita Acara Rapat Pleno Penghitungan Rekapitulasi Suara. Oleh karena itu, seharusnya yang menjadi objek sengketa perselisihan Pemilukada berdasarkan Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 dan Pasal 4 PMK 15/2008 adalah Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Luwu Timu, tertanggal 28 Juni 2010 berikut lampirannya, karena KPU Kabupaten Luwu Timur tidak menerbitkan Keputusan tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan Pemohon salah mengenai objeknya (error in objecto),” ujarnya.
Terlepas dari pertimbangan hukum tersebut di atas, sambung Fadlil, Mahkamah berpendapat seandainyapun objek permohonan Pemohon a quo adalah Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten/Kota oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Luwu Timur, tanggal 28 Juni 2010, quod non, maka permohonan a quo telah melewati tenggang waktu tiga hari kerja sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) PMK 15/2008. Fadlil menjelaskan apabila Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten Luwu Timur tersebut diterbitkan pada hari Senin, tanggal 28 Juni 2010, maka tenggang waktu tiga hari kerja yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) PMK 15/2008 adalah hari Selasa, 29 Juni 2010; Rabu, 30 Juni 2010; dan terakhir Kamis, tanggal 1 Juli 2010, sedangkan Pemohon mendaftarkan permohonannya di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas
Permohonan Nomor 247/PAN.MK/2010, sehingga permohonan a quo telah melewati tenggang waktu tiga hari kerja. “Berdasarkan seluruh uraian dalam pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon salah mengenai objeknya (error in objecto) dan telah melampaui tenggang waktu pengajuannya, sehingga eksepsi Termohon dan Pihak Terkait harus dinyatakan beralasan menurut hukum, sedangkan eksepsi selain dan selebihnya, kedudukan hukum (legal standing), dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan,” paparnya.
Dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah berkesimpulan bahwa Eksepsi Termohon tentang objek permohonan beralasan hukum, sedangkan eksepsi selain dan selebihnya tidak beralasan hukum. “Permohonan Pemohon salah mengenai objeknya (error in objecto). Permohonan diajukan melampaui tenggang waktu yang ditentukan serta kedudukan hukum (legal standing) dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)