Menjaga Kualitas Putusan MK adalah Menjaga Integritas Para Hakim Konstitusi
Senin, 26 Juli 2010
| 16:28 WIB
Staf Ketua MK, Fajar Laksono Soeroso menerima cinderamata dari perwakilan rombongan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PKn Serang yang berkunjung ke MK pada Senin (26/7) di ruang konferensi pers MKRI.
Jakarta, MK Online - Menjaga kualitas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah menjaga integritas para hakim konstitusi. Karena hakim konstitusi tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun. Dalam memutuskan perkara, Hakim konstitusi hanya mempercayai alat bukti dan hati nuraninya.
“MK seringkali menghasilkan putusan yang berkualitas dan bisa diterima sebagian besar publik. Hal ini disebabkan proses yang dilakukan MK sudah benar, secara transparan dan akuntabel. Maka tak heran, MK menjadi pelopor peradilan yang transparan dan akuntabel hanya dalam waktu 7 tahun sejak MK lahir,” ujar Fajar Laksono Soeroso sebagai Staf Ketua MK kepada rombongan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PKn Serang yang berkunjung ke MK pada Senin (26/7).
Bahkan, lanjut Fajar, karena putusan MK dapat dipercaya banyak pihak, belum lama ini MK menjadi tuan rumah Konferensi MK Asia ke-7 yang dihadiri perwakilan MK Asia dan MK di luar kawasan Asia, antara lain dari MK Eropa dan Amerika Latin.
Lebih lanjut Fajar menjelaskan, MK merupakan salah satu lembaga negara yang lahir dari reformasi konstitusi (1999-2002) yang sebelumnya didahului oleh reformasi politik 1998 di Indonesia. “Salah satu agenda reformasi politik 1998 adalah reformasi konstitusi dalam proses amandemen UUD 1945. Karena itu, tak ada reformasi politik tanpa reformasi konstitusi,” imbuh Fajar.
Diungkapkan Fajar, setelah proses perubahan atau amandemen UUD 1945, banyak perubahan yang dihasilkan. Misalnya masalah relasi antarlembaga negara. Sebelum amandemen UUD 1945, MPR adalah lembaga tertinggi negara dan di bawahnya ada DPR, Presiden, MA, BPK, DPD, dan lainnya. Selain itu dahulu Presiden adalah mandataris MPR, Presiden bertanggungjawab pada MPR. Namun sekarang Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR.
“Maka setelah UUD 1945 diamandemen, semua lembaga berada pada posisi yang setara, sejajar, seimbang, tidak ada satu lembaga yang mendominasi serta menerapkan asas separation of power,” ujar Fajar. (Nano Tresna A/Koen)