Menjadi Hakim Konstitusi Mempersyaratkan Kenegarawanan
Senin, 26 Juli 2010
| 16:20 WIB
Kepala Bagian Administrasi Perkara MK, Muhidin memberikan kuliah singkat kepada mahasiwa FH Universitas Bandar Lampung, Senin (26/7) di ruang pertemuan MKRI.
Jakarta, MK Online - Salah satu syarat menjadi hakim konstitusi adalah negarawan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengertian negarawan adalah orang yang sudah berakhir dengan urusan-urusan pribadi dan mampu bersikap arif bijaksana, tidak terus menerus memikirkan masalah jabatan, kekuasaan maupun materi.
“Persyaratan sebagai negarawan ini memang tidak mudah bagi seorang hakim konsitusi dan jarang dimiliki jabatan lainnya,” kata Kepala Bagian Administrasi Perkara Mahkamah Konstitusi (MK), Muhidin saat menerima kunjungan mahasiwa FH Universitas Bandar Lampung pada Senin (26/7) siang.
Muhidin menjelaskan pula, MK memiliki lima kewenangan yang masing-masing menentukan siapa saja yang bisa mengajukan permohonan ke MK. Pertama, kewenangan MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
“Pemohon kewenangan ini di antaranya Warga Negara Indonesia, Badan Hukum, Lembaga Negara, serta Masyarakat Hukum Adat yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena berlakunya suatu undang-undang,” jelas Muhidin.
Selain itu, lanjut Muhidin, MK memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara. Perkara ini hanya bisa diajukan oleh lembaga negara yang kewenangannya diambil oleh lembaga negara lain, maka MK berfungsi sebagai penengah.
Kewenangan lain yang dimiliki MK adalah memutus sengketa hasil pemilihan umum dan impeachment atau pemakzulan presiden. Khusus untuk impeachment atau pemakzulan, jelas Muhidin, kedudukan MK hanyalah mengadili perkara yang diajukan oleh DPR.
“MK yang membuktikan apakah benar dugaan DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, tetapi MK tidak memiliki kewenangan untuk memakzulkan Presiden atau Wakil Presiden,” tandas Muhidin. (Nano Tresna A/Koen)