Jakarta, MK Online - Permohonan Peselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah kota Bandar Lampung yang dimohonkan oleh pasangan calon Kherlani dan Heru Sembodo (Khado) disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (22/07) di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta.
Pasangan calom Khado mendalilkan dalam permohonannya bahwa pemilukada kota Bandar Lampung dilaksanakan tidak dengan semestinya PHPU Kepala Daerah Kab. Solok Selatan: Pemeriksaan Saksi Melalui Video Conference.
Sidang lanjutan perkara nomor 75/PHPU.D-VIII/2010 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (21/7) di Ruang Sidang Panel MKRI. Agenda sidang kali ini ialah mendengarkan jawaban Termohon dan keterangan para saksi dari Pemohon. Panel Hakim pada kesempatan itu adalah Moh. Mahfud MD selaku Ketua Panel, beserta M. Arsyad Sanusi dan Maria Farida Indrati masing-masing sebagai anggota.
Pada awal persidangan, Mahfud, mempersilakan kepada Termohon untuk membacakan jawaban atas dalil-dalil yang diungkapkan oleh Pemohon pada persidangan sebelumnya. Pada pokoknya, dalam jawabannya Termohon membantah seluruh dalil-dalil Pemohon. Serta, sebelum masuk kepada pokok perkara, Termohon mengajukan eksepsi terhadap permohonan.
“Permohonan tidak jelas dan kabur. Permohonan a quo tidak memuat petitum yang jelas sesuai peraturan yang ada, yakni Undang-Undang 24 tahun 2003, Undang-Undang 32 Tahun 2004 juncto UU 12 Tahun 2008 serta Peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 15 tahun 2008,” ujar salah satu kuasa hukum Termohon.
Sedangkan dalam pokok perkara, menurut Termohon, dalil-dalil Pemohon tidak benar karena tidak berdasarkan pada kenyataan yang sebenarnya. Selain itu, lanjut Termohon, Pemohon tidak bisa menjabarkan secara jelas pelanggaran yang dimaksud telah terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara, dan berakibat merugikan Pemohon. “Oleh karena itu, sudah sepantasnya permohonan untuk ditolak,” tegasnya.
Kesaksian Melalui Vicon
Selanjutnya sidang mendengarkan keterangan para saksi. Namun, persidangan kali ini sedikit berbeda dengan persidangan-persidangan yang biasa digelar oleh MK. Di mana, Pemohon “menghadirkan” saksi melalui video conference (vicon). Saksi-saksi tersebut memberikan keterangannya melalui sarana vicon yang dimiliki oleh MK yang berada di Universitas Andalas, Padang. Pada saat itu, ada 13 saksi yang memberikan kesaksiannya melalui vicon.
Dalam kesaksiannya, para saksi Pemohon banyak mengungkap tentang pelanggaran-pelanggaran administratif yang dilakukan oleh Termohon selama penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Solok Selatan. Seperti kesaksian saksi Yunizar, mengatakan, ada pemilih yang mendapat dua kartu undangan memilih (C6) serta ada saksi pasangan calon tanpa mandat yang menandatangani form C1.
“Ada (pemilih) yang mendapat dua kartu pemilih, di DPT ada dua nama, namun tanggal lahir berbeda. Serta ada saksi pasangan calon tanpa mandat diperbolehkan oleh KPPS untuk menandatangani form C1,” ujarnya.
Selain itu, terjadi pula beberapa pelanggaran dengan menggunakan modus pencatutan nama. Dalam konteks ini, pemilih yang ‘sah’ atau pemilik nama sebenarnya, tidak berada di tempat pemungutan suara, namun dalam daftar kehadiran yang dimiliki Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pemilih tersebut telah menggunakan hak pilihnya. Keterangan ini seperti yang dituturkan oleh saksi Musyanuar Musa.
“Pada saat itu, saya mengalami langsung. Nama anak saya diberi tanda, dilingkari oleh petugas PPS, yang maksudnya adalah sudah memilih (menggunakan hak pilihnya). Terus saya lihat lagi, takut hanya nama sama saja. Tapi, setelah diperiksa, nama dan tanggal lahirnya sama persis dengan anak saya,” tuturnya. Hal ini pun diungkapkan oleh beberapa saksi lainnya.
Agenda sidang berikutnya adalah pembuktian lanjutan, akan digelar pada Senin (26/7) pukul 14.00 wib. “Persidangan berikutnya Termohon silakan membuktikan sebaliknya. Hadirkan saksi-saksi untuk membantah dalil-dalil dan kesaksian para saksi dari Pemohon,” ucap Mahfud sesaat sebelum menutup sidang. (Dodi)