Jakarta, MK Online - Tiga permohonan terhadap hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Pematang Siantar dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Perkara Nomor 61/PHPU.D-VIII/2010, 62/PHPU.D-VIII/2010 dan 63/PHPU.D-VIII dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD serta delapan Hakim Konstitusi, Senin (19/7). Permohonan ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Mahrum Sipayung-Evra Damanik (Pemohon I), Pasangan Calon Nomor Urut 6 Heriza Syahputra-Horas Silitonga (Pemohon II) serta Pasangan Calon Nomor Urut 2 RE Siahaan dan Burhan Saragih (Pemohon III).
Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menguraikan bahwa MK dalam mengadili perselisihan hasil Pemilukada pada pokoknya adalah berkaitan dengan keberatan dari Pasangan Calon Peserta Pemilukada mengenai hasil penghitungan suara Pemilukada yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. “Sementara itu, mengenai berbagai pelanggaran dalam proses Pemilukada, baik pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon merupakan wewenang Pengawas Pemilukada, Penyelenggara Pemilukada, dan aparatur penegak hukum lainnya, yakni Kepolisian, Kejaksaan, dan Peradilan Umum,” urainya.
Dalam permohonannya, lanjut Hamdan, Pemohon mengajukan keberatan terhadap Berita Acara Rapat Pleno KPU Kota Pematangsiantar Nomor 270/1834/KPUPS/VI/2010 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pematangsiantar tanggal 15 Juni 2010, Keputusan KPU Kota Pematangsiantar Nomor 270/184/KPU-PS/VI/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010 tertanggal 16 Juni 2010 serta Keputusan KPU Kota Pematangsiantar Nomor 270/186/KPU-PS/VI/2010 tentang Perubahan terhadap Keputusan KPU Kota Pematangsiantar Nomor 270/184/KPU-PS/VI/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010 tertanggal 17 Juni 2010. “Mahkamah berpendapat bahwa objek permohonan yang diajukan Pemohon memenuhi syarat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 juncto UU 12/2008 dan Pasal 4 PMK 15/2008, sehingga eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai objek permohonan Pemohon tidak beralasan hukum,” jelasnya.
Selain itu, Hamdan menyinggung mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan seperti tercantum Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 32/2004 juncto UU Nomor 12/2008 yang mengatur mengenai tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja sebagai batas waktu pengajuan permohonan. Hamdan menjelaskan karena Acara Rapat Pleno KPU Kota Pematangsiantar Nomor 270/1834/KPU-PS/VI/2010 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pematangsiantar ditetapkan pada tanggal 15 Juni 2010, maka tenggang waktu permohonan pembatalan hasil penghitungan suara Pemilukada adalah 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal 15 Juni 2010, yaitu 16 – 18 Juni 2010. “Sedangkan, permohonan Pemohon diajukan ke Mahkamah pada hari Senin, 21 Juni 2010 Pukul 11.30 WIB berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 219/PAN.MK/2010, sehingga permohonan Pemohon telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai permohonan Pemohon telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan beralasan hukum,” jelasnya.
Dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Majelis Hakim Konstitusi menyimpulkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan beralasan hukum. “Pengajuan permohonan melampaui tenggang waktu yang ditentukan dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)