Jakarta, MK Online - Wacana menarik muncul pada hari kedua konferensi (atau hari ketiga seluruh rangkaian) CACCJ, Rabu (14/7) pagi. Yaitu wacana penggunaan piranti elektronik dan komputer dalam penyelenggaraan pemilihan umum (voting computers), atau biasa disebut dengan e-voting.
Pembicaraan tentang e-voting itu dilontarkan oleh delegasi dari Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Federal Jerman, Hakim Rudolf Mellingholf, saat menjadi pembicara pada sesi kedua bagian pertama. Ia menyampaikan makalah berjudul “The Permissibility of The Use of Voting Computers In Democratic Elections”.
Mellingholf mengungkapkan, meskipun gagasan tentang e-voting merupakan ide yang menarik dan mungkin akan manjadi “trend” ke depan, namun MK Federal Jerman memutuskan untuk menyatakan bahwa e-voting bertentangan dengan konstitusi. Hal ini didasari pertimbangan bahwa e-voting telah bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik yang merupakan landasan fundamental konstitusi dalam konteks penegakan demokrasi dan rule of law.
Dengan kata lain, lanjut Mellingholf, penggunaan voting computers atau e-voting dapat dinyatakan konstitusional hanya bila semua proses dan piranti yang digunakan dapat diawasi oleh setiap orang tanpa harus memiliki pengetahuan dan keahlian teknologi informasi. Hingga saat ini, penggunaan e-voting memungkinkan terjadinya penutupan hak masyarakat untuk mengawasi proses penghitungan suara karena dilakukan secara otomatis oleh komputer, sehingga hanya diketahui oleh ahli komputer atau IT saja. Kondisi ini, menurutnya, akan mempengaruhi ‘transfer’ legitimasi dari pemilih kepada terpilih (penguasa).
Belum lagi, penggunaan e-voting sangat rawan dengan penyalahgunaan dan kesalahan. Karena disebabkan oleh kesalahan program maupun ancaman pihak-pihak tertentu yang dapat mengintervensi sistem komputasi yang digunakan selama pemilu. Ia pun mencontohkan beberapa kasus di negara-negara yang menggunakan e-voting atau sejenisnya yang berakibat fatal terhadap hasil pemilu.
“Dari Macedonia, seorang pejabat CIA melaporkan, apa yang disebut dengan ‘voters genocide’, yakni kelompok minoritas Albania telah dihapus dari daftar pemilih digital ‘hanya’ melalui perintah sederhana: delete! Hacker di Georgia melakukan sebaliknya, mereka melakukan penambahan nama-nama pemilih dalam daftar, yang mana di antaranya telah meninggal pada abad ke-18,” paparnya.
Terhadap penjelasannya tersebut, setidaknya tiga peserta konferensi memberikan pertanyaan dan tanggapan. Di antaranya adalah delegasi dari Indonesia, Philipina, dan Malaysia. “Kami berencana untuk menggunakan e-voting. Tentu dengan syarat tidak mengorbankan esensi dan asas-asas Pemilu,” ungkap salah satu delegasi dari Philipina.
Pada sesi kedua bagian pertama yang dimoderatori oleh Prof. Jawahir Thontowi ini, selain dari Jerman, delegasi dari beberapa negara juga menyampaikan makalahnya, yakni Presiden Dewan Konstitusi Maroko, Mohammed Achargui dan Presiden Mahkamah Konstitusi Kolombia, Mauricio Gonzales Cuervo.
Sesi II Bagian Kedua
Pada sesi II bagian kedua, bertindak sebagai moderator adalah Dr. Sigit Riyanto. Sedangkan pembicaranya adalah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Uzbekistan, Bakhtiyar Mirbabaev; Anggota Dewan Konstitusi Kamboja, Penn Thol; Hakim Pengadilan Pemilu Meksiko, Constancio Carrasco Daza; serta Hakim Mahkamah Agung Venezuela, Arcadio Delgado Rosales.
Tema yang diangkat sama seperti pada sesi II bagian pertama, yakni “Typical problems and shortcomings in law and practice”. Pada sesi ini, pembahasan masih terfokus pada pembicaraan tentang bagaimana interaksi antara regulasi dengan praktik terkait penyelenggaraan pemilu pada setiap negara. Selain itu, dibahas juga isu-isu serta kasus-kasus yang menarik terkait pemilu.
Salah satu yang menarik adalah apa yang disampaikan oleh delegasi dari Meksiko, Hakim Daza, ia menyampaikan, untuk menangani permasalahan Pemilu, di Meksiko dibentuk lembaga khusus yang berwenang untuk menyelesaikannya. “Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi Meksiko yang memiliki banyak provinsi dan municipal sehingga frekuensi penyelenggaraan Pemilu sangat sering, baik Pemilu nasional mapun Pemilu lokal,” ujarnya. (Dodi/Koen)