Jakarta, MK Online - Seperti pertemuan pada pagi harinya, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, kembali menerima kunjungan dari beberapa negara peserta konferensi pada Rabu (14/7) siang di kamar President Suite Hotel Ritz Carlton Jakarta. Adapun pada kesempatan itu, ia menerima kunjungan delegasi dari nagara Timor Leste, Kolombia, Malaysia serta Singapura.
Dalam pembicaraannya dengan para delegasi tersebut, Mahfud banyak menyinggung tentang peran Mahkamah Konstitusi atau Institusi sejenis dalam penegakan hukum, khususnya terkait konstitusi di negara masing-masing. Salah satunya seperti yang dia ungkapkan saat bertemu dengan delegasi dari Timor Leste, Presiden Mahkamah Agung Claudio Ximenes, Mahfud menanyakan tentang bagaimana permasalahan hukum yang terjadi dan bagaimana peran Mahkamah Agung di sana.
“Sebagian besar yang kami tangani adalah kasus-kasus kriminal, meskipun kadang juga melakukan pengujian terhadap undang-undang,” jelas Ximenes.
Selanjutnya, saat bertemu dengan Presiden Mahkamah Konstitusi Kolombia, Mauricio Gonzales Cuervo, Mahfud membicarakan permasalahan tentang pengawasan terhadap hakim. Ia pun menjelaskan, di Indonesia, terdapat lembaga khusus yang melakukan pengawasan terhadap hakim, yakni Komisi Yudisial (KY). Meskipun sangat disayangkan, lanjut Mahfud, kewenangan untuk mengawasi hakim oleh KY sampai sekarang masih belum optimal. Hal ini ia kaitkan dengan aturan yang masih belum tegas dan jelas terkait kewenangan KY serta permasalahan masa bakti pimpinan KY saat ini yang sedikit mengalami kendala.
Hal itu pun ditanggapi oleh Mauricio dengan mengatakan, di Kolombia tidak terdapat lembaga khusus seperti KY, namun Mahkamah Konstitusi (MK) disana, dapat ‘mengintervensi’ putusan atau tindakan institusi negara (yudisial) yang telah melanggar konstitusi, khususnya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Di Kolombia tidak ada lembaga seperti itu (KY). Pengawasannya masih abstrak. Mauricio memberikan dua contoh: pertama, jika hakim pidana memberi hukuman tanpa prosedur yang benar, maka MK boleh menganulirnya untuk melindungi hak-hak warga negara. Kedua, terhadap orang-orang yang dirampas hak kepemilikan atas tanahnya, maka MK secara langsung dapat melindungi mereka. Semua itu demi tegaknya perlindungan hak asasi manusia,“ tegasnya.
Kemudian terhadap dua delegasi lainnya, Malaysia dan Singapura, Mahfud juga banyak mengulas tentang pengawasan hakim, mekanisme pengujian undang-undang dan penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di masing-masing negara. Pada saat itu, Mahfud menjelaskan, jika terjadi sengketa terkait hasil pemilu maka MKRI berwenang untuk menyelesaikannya. Dan, terkait hal itu, hingga sekarang putusan-putusan MK selalu dapat menyelesaikan sengketa dengan baik, tanpa melahirkan masalah-masalah baru.
Menanggapi pernyataan Mahfud, Wakil Presiden Mahkamah Agung Singapura, Chao Hick Tiri, mengatakan, di negaranya jika terjadi permasalahan dengan perselisihan hasil pemilihan umum maka akan diselesaikan di MA. Namun selama ini, tingkat penerimaan masyarakat terhadap hasil pemilu di Singapura sangat tinggi. Sehingga, jarang ada yang mempermasalahkan atau memperkarakan pelanggaran-pelanggaran terkait pemilihan umum di Singapura. “Karena pemilihan umum di negara kami diselenggarakan dengan baik,” ujarnya. (Dodi H/Koen)