Jakarta, MK Online - Sidang pleno pembacaan putusan perkara nomor 65/PHPU.D-VIII/2010 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (15/7) di ruang Sidang Pleno MKRI. Dalam pokok perkara, MK putuskan menolak seluruh permohonan Pemohon. Sedangkan dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon.
Hal tersebut seperti diucapkan oleh Moh. Mahfud MD selaku Ketua Majelis ketika membacakan amar putusan, dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya. Adapun perkara tersebut adalah terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pekalongan tahun 2010. Pemohon adalah pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pekalongan nomor urut dua, Abu Almafachir dan Masrof.
Sebelumnya, dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan sedikitnya ada dua pokok perkara, yakni: pertama, tentang masih adanya tunggakan utang yang dimiliki oleh Calon Terpilih Mohammad Basyir Ahmad pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pekalongan sehingga seharusnya secara administratif tidak dapat mencalonkan diri sebagai peserta pemilukada, dan kedua, pihak Termohon diduga tidak bersikap netral dalam menyelenggarakan pemilukada, karena sering berkoordinasi kepada Walikota (incumbent) dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pekalongan (Ketua tim kampanye salah satu pasangan calon).
Berkenaan dengan dalil tersebut, Mahkamah berpendapat, keduanya tidak terbukti dan harus dikesampingkan. Terhadap dalil adanya utang yang dimiliki oleh Mohammad Basyir Ahmad, berdasarkan bukti yang diajukan Pihak Terkait berupa Surat Keterangan Pimpinan BRI Cabang Pekalongan Nomor B.2436 KC.VIII/ADK/07/2010, menyatakan sampai pada tanggal 6 Juli 2010 dr. H. Mohammad Basyir Achmad tidak memiliki pinjaman atas nama pribadi di BRI Cabang Pekalongan, baik utang perorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya.
“Sebaliknya dalil-dalil Pemohon beserta bukti-bukti yang diajukan tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa Pihak Terkait in casu dr. M. Basyir Achmad melanggar ketentuan Pasal 58 huruf j Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, dalil-dalil Pemohon harus dikesampingkan,” ucap Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi.
Selanjutnya, berkaitan dengan dalil bahwa Termohon tidak netral dan mandiri dalam menyelenggarakan pemilukada di Pekalongan, Mahkamah menyatakan, berkoordinasi dan melakukan komunikasi terhadap salah satu pasangan calon dalam konteks pelaksanaan tugas dan kerja masing-masing merupakan suatu hal yang wajar, selama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilukada.
“Bahwa mandiri tidaklah identik dengan dilarang berkoordinasi, berkomunikasi dan menjalin kerja sama yang sinergi. Mandiri haruslah dimaknai sebagai tidak adanya campur tangan/intervensi dalam tugas pokok dan fungsi serta lembaganya. Sejauh dari dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon di hadapan Mahkamah, Pemohon tidak dapat menguraikan sejauhmana koordinasi yang dilakukan Termohon dengan kepala daerah dan Ketua DPRD Kota Pekalongan menciderai kemandirian dan berpengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugasnya yang pada akhirnya menguntungkan pasangan calon tertentu, sebaliknya merugikan pasangan calon lainnya. Dengan demikian, dalil Pemohon tidak terbukti secara hukum dan harus dikesampingkan,” lanjut Fadlil.
Begitu pula terhadap beberapa dalil Pemohon lainnya, Mahkamah juga menyatakan tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. “Pemohon tidak mampu membuktikan dalil-dalilnya secara sah di hadapan Hukum,” tegas Mahfud saat membacakan konklusi Putusan. (Dodi H)