Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara nomor 71/PHPU.D-VIII/2010 pada Senin (19/7), di ruang Sidang Panel MK. Sidang Panel dengan agenda pemeriksaan pendahuluan tersebut, diketuai oleh Moh. Mahfud MD, sedangkan M. Arsyad Sanusi dan Maria Farida Indrati masing-masing sebagai Anggota.
Perkara terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Maros ini, dimohonkan oleh dua pasangan calon, yakni pasangan calon nomor urut satu, Nurhasan-A. Karim Saleh dan pasangan calon nomor urut lima, Muh. Asdar-Muh. Rijal Assagaf.
Saat sidang, hadir para Pemohon Prinsipal disertai para kuasa hukumnya, Muh. Arsalin Aras dan Jufri Hafid. Hadir pula Termohon Prinsipal, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Maros Andi Nur Imran beserta beberapa anggota KPU dan kuasa hukumnya. Selain itu, hadir juga beberapa kuasa hukum dari Pihak Terkait.
Dalam permohonannya, Pemohon mengungkapkan, telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon dan beberapa kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait. Atas kejadian tersebut, lanjutnya, telah mengakibatkan Pemohon dan pasangan calon lainnya, selain Pihak Terkait, telah dirugikan. Sehingga, dalam tuntutan atau petitumnya, mereka meminta Mahkamah untuk membatalkan dan menyatakan tidak mengikat secara hukum terhadap Keputusan KPU Maros Nomor 29/P.KWK-MR/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih Dalam Pemilihan Umum Kabupaten Maros 2010 tertanggal 29 Juni 2010.
“Karena cacat yuridis dalam pelaksanaannya, kami meminta pemungutan suara ulang di seluruh Kabupaten Maros,” ujar Arsalin Aras.
Adapun permohonan tersebut, salah satunya berdasarkan pada permasalahan tentang ketidaksesuaian tahapan penyelenggaraan Pemilukada di Maros dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Maros sebelumnya. Yakni tahapan Pemilukada seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan KPU Nomor 01/P.KWK-MR-XII/2009 tentang Jadwal Tahapan Penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Maros.
“Tanggal penetapan pemenang seharusnya 1 Juli 2010. Ini sangat merugikan para pasangan calon, terutama pasangan calon nomor urut satu dan lima (Pemohon). Karena pasangan calon masih memproses pengaduan berbagai pelanggaran yang terjadi selama Pemilukada berlangsung. Proses pengaduan seharusnya sampai tanggal 30 Juni 2010. Dalam hal ini, KPU telah mentaktisi waktu, telah melakukan keberpihakan pada pasangan pemenang serta mengabaikan pasangan-pasangan lainnya,” tegas Arsalin.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan, Termohon tidak melakukan publikasi atas laporan dana kampanye para pasangan calon serta membiarkan kecurangan-kecurangan terjadi. Dalam konteks ini, lanjut Pemohon, Termohon telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU Nomor 12 Tahun 2008 serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005.
“Seharusnya dana kampanye dipublikasikan oleh Termohon, namun kenyataannya tidak. Selain itu, berdasarkan atas pemberitaan di media massa, telah terjadi beberapa kecurangan, yakni adanya money politic dan pembagian sembako. Namun KPU membiarkan hal itu terjadi,” paparnya.
Setelah mendengarkan permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memberikan masukan kepada Pemohon untuk memperbaiki sistematika permohonannya.
“Sistematika permohonan tidak jelas. Identitas, posita dan petitum serta apa yang dimohonkan harus diperjelas. Antara posita dan petitum tidak cocok,” tutur Maria.
Selanjutnya, agenda sidang adalah mendengarkan jawaban Termohon dan tanggapan Pihak Terkait serta pembuktian. “Sidang ditunda besok, Selasa (20/7), pukul 14.00 wib. Untuk (mendengarkan) jawaban resmi dari Termohon dan tanggapan Pihak Terkait. Jika ingin mengajukan saksi besok,” kata Mahfud sesaat sebelum menutup sidang. (Dodi H)