Jakarta, MK Online - Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Tojo Una-Una (Touna) memasuki babak akhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan permohonan Pasangan Mohammad Lahay-Syaiful Bahri Tandjumbulu tidak dapat diterima.
Demikian sidang dengan agenda pengucapan putusan perkara Nomor 43/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Touna, yang digelar pada Rabu, (7/7/10) bertempat ruang pleno lt. 2 gedung MK.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum menyatakan, permasalahan hukum permohonan pasangan Mohammad Lahay-Syaiful Bahri Tandjumbulu adalah keberatan terhadap Berita Acara Nomor 270/316/BA/KPU-TU/VI/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemilukada Kab. Touna Tahun 2010, bertanggal 12 Juni 2010.
Pihak Terkait pasangan H. Damsik Ladjalani-Jamal Juraejo dalam keterangannya mengajukan Eksepsi yang pada pokoknya menyatakan tidak terdapat kesesuaian antara posita dan petitum permohonan, yang mana terdapat posita yang menyebutkan persoalan kesalahan penghitungan yang ditetapkan oleh Termohon dan penghitungan suara yang benar menurut Pemohon, tetapi dalam petitum Pemohon tidak meminta penetapan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon, ternyata Pemohon juga mempermasalahkan pelanggaran administrasi Pemilukada.
Terkait dengan itu, wewenang Mahkamah dalam mengadili perselisihan Pemilukada pada pokoknya adalah berkaitan dengan keberatan dari Pasangan Calon Peserta Pemilukada mengenai hasil penghitungan suara Pemilukada yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota (vide PMK 15/2008).
Mahkamah berpendapat eksepsi Pihak Terkait tersebut di atas tidak tepat menurut hukum karena isi eksepsi berkaitan dengan pokok permohonan. Demikian juga berkaitan eksepsi mengenai formulasi permohonan, sehingga eksepsi Pihak Terkait harus dikesampingkan.
Sementara itu, mengenai keberatan Mohammad Lahay-Syaiful Bahri Tandjumbulu, Mahkamah berpendapat, keberatan yang diajukan adalah terhadap keputusan yang bukan merupakan ketetapan atas hasil penghitungan suara, melainkan ketetapan mengenai pasangan calon terpilih yang berdasarkan kronologis senyatanya ditentukan berdasarkan ketetapan atas hasil penghitungan suara.
Menurut Mahkamah, keberatan yang diajukan Mohammad Lahay-Syaiful Bahri Tandjumbulu seharusnya adalah terhadap Keputusan KPU Touna No. 270/313.a/SK/Kpts/KPU-TU/VI/2010 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Kab. Touna Tahun 2010 bertanggal 10 Juni 2010.
Dalam lampiran Keputusan KPU tersebut, Saksi pasangan Mohammad Lahay-Syaiful Bahri Tandjumbulu atas nama Ferry Edward Laito mengajukan keberatan terhadap rekapitulasi. Dengan adanya keberatan tersebut, berarti Pemohon telah mengetahui proses penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Touna.
Selain itu, Pemohon mengajukan berupa Keputusan KPU Touna Nomor 02 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Touna Nomor 01 Tahun 2009 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilukada Tahun 2010 bertanggal 17 Desember 2009 yang menentukan penyusunan berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten dilakukan pada tanggal 10 Juni 2010 sampai 11 Juni 2010 dan penetapan pasangan calon terpilih dilakukan pada tanggal 12 Juni 2010.
Dengan demikian, Mahkamah menilai, permohonan Pemohon telah salah objek dan tidak memenuhi syarat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilukada.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam konklusi atau kesimpulan putusan, Mahkamah menyatakan Eksepsi Pihak Terkait tidak beralasan hukum. Sedangkan mengenai objek permohonan, bukan ketetapan atas hasil penghitungan suara. Dengan demikian, Mahkamah tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutusnya. Sehingga menurut Mahkamah, pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan.
Sidang pleno terbuka untuk umum dengan agenda pengucapan putusan ini dilaksanakan oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Hamdan Zoelva, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Luthfi Widagdo Eddyono sebagai Panitera Pengganti.
Amar putusan Mahkamah menyatakan, dalam Eksepsi, menolak eksepsi Pihak Terkait. Sedangkan dalam pokok perkara, permohonan Pemohon tidak dapat diterima. (Nur Rosihin Ana)