Konferensi hakim MK digelar untuk tunjukkan penguatan konstitusi Indonesia.
JAKARTA - Konferensi ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) se-Asia diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang fungsi dan peran MK di Indonesia. Meski sudah berumur tujuh tahun, pro kontra terkait keberadaan MK masih terus terjadi.
“Harapan ini kita tujukan pada 'stakeholder' di Indonesia. Baik yang berkaitan secara langsung dengan MK atau terkait dengan produk-produk MK,” ujar salah satu Hakim Konstitusi, Harjono, di Jakarta, kemarin. Menurutnya, pandangan miring tentang MK masih terus ada hingga saat ini.
Banyak orang yang menyangsikan bahkan mempertanyakan kewenangan MK. Seperti masih banyaknya masyarakat yang heran, bagaimana bisa undang-undang (UU) yang dibuat oleh sekian banyak anggota DPR dan juga presiden dibatalkan oleh sembilan hakim konstitusi.
Melalui konferensi yang akan berlangsung dari 12 hingga 15 Juli 2010 ini, Harjono berharap pemahaman tentang UUD, UU, dan peran MK bisa selaras. Ketika negara Indonesia ini terbentuk, rakyat sepakat bahwa UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi. “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh UUD,” katanya.
Konsep ini mempunyai arti bahwa rakyat memang berdaulat, tetapi tata cara untuk melaksanakan kedaulatan itu telah diatur dalam UUD 1945. Seperti salah satu kedaulatan rakyat untuk bisa memilih presidennya. Rakyat tidak bisa seenaknya memilih presiden hari ini, lalu menggantinya dengan presiden yang lain esok harinya. Di sinilah peran UUD untuk mengatur tata caranya, yaitu lima tahun sekali.
Melihat fakta itu, Harjono berpandangan bahwa UUD ini perlu ada penegakannya. “Kalau kita punya UU saja dilanggar ada penegakannya. Kalau yang dilanggar UUD itu harusnya lebih ribut dari UU karena lebih tinggi,” jelasnya. Fungsi penegakan itulah yang kemudian melatarbelakangi pendirian peradilan hukum tata negara atau dalam hal ini MK.
“Jadi, meskipun itu 500 orang dengan presiden, tapi dalam produknya melanggar UUD, mengapa tidak (dibatalkan),” kata Harjono. Proses pembatalan ini harus melalui peradilan, bukan politik. Sebab, kebijakan politik cenderung berubah-ubah.
Pola pemahaman inilah yang diharapkan dapat diambil dari penyelenggaraan konferensi ini. Apalagi, pertemuan itu menghadirkan profesor hukum tata negara, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, serta hakim-hakim MK dari sekitar 27 negara yang siap berbagi ilmu dan pengalaman.
Lebih lanjut Harjono menjelaskan bahwa tujuan lain dari penyelenggaraan pertemuan tersebut adalah untuk menunjukkan sejauh mana penguatan yang telah dilakukan Indonesia setelah mendeklarasikan diri sebagai negara demokrasi dan negara hukum. “Jadi, ini bukan untuk kosmetik,” katanya. Dengan kata lain, bukan sekadar pencitraan Indonesia saja.
Saat ini dunia internasioal ternyata banyak menaruh perhatian pada peradilan konstitusi Indonesia. “Mereka antusias sekali, mereka mempelajari putusan (MK) dan didiskusikan di sana,” ujar Harjono ketika mengunjungi Universitas Sorbonne, Prancis.
Masyarakat internasional tertarik dengan proses transformasi Indonesia dari pemerintahan otoritas menuju demokrasi.
Pemilu langsung di Indonesia juga mendapat perhatian karena dinamikanya. Putusan MK dalam hal pemilu ini juga diapresiasi negara lain. “Ini menjadi penilaian yang positif oleh dunia internasional,” kata Harjono.
Apresiasi terhadap putusan inilah yang juga membawa Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Hakim MK se-Asia ini. Bahkan, tema yang diusung dalam pertemuan tahun ini adalah tentang pemilu.
Masih segar di ingatan Harjono ketika bertemu dengan salah satu duta besar Indonesia di Eropa. Ketika itu, UUD 1946 sedang diamandemen. “Mereka mengatakan sekarang ini sudah tidak ada beban dalam hal diplomatik,” ujarnya.
Sebab, ketika berada dalam otoritas rezim Orde Baru, negara-negara Eropa seakan memberi label tebal bahwa Indonesia adalah negara pelanggar hak asasi manusia. Tapi, hal itu berangsur berubah seiring dengan dilaksanakannya pemilu langsung dan berdirinya MK. “Mereka tidak lagi dibebani isu HAM. Mereka sudah bicara lain, sudah bicara bargaining, diplomat kita juga sudah percaya diri,” kata Harjono. (kim)
koran.republika.co.id | Senin, 12 Juli 2010