Jakarta, MK Online - Dinilai tidak beralasan hukum, permohonan Lalu Wiratmaja dan Bajuri Najamudin, pasangan cabup/cawabup Lombok Tengah, ditolak seluruhnya oleh MK. Putusan dengan Nomor 48/PHPU.D-VIII/2010 ini resmi dibacakan dimuka umum pada Kamis (8/9/2010) pukul 16.00 WIB.
Pasangan ini awalnya mendaftarkan keberatan terhadap rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang dilakukan KPU Lombok Tengah yang dianggap tidak jurdil dan terjadi penggelembungan suara mencapai 100,1 persen. Selain itu, Pemohon juga mendalilkan banyak kesalahan dan pelanggaran yang menguntungkan pasangan calon tertentu. Ketidakadilan menurut Pemohon adalah misalnya, KPU meloloskan pasangan calon nomor urut 4 atas nama Moh. Suhaili dan Lalu Normal Suzana dalam penentuan tempat tes kesehatan sebagai salah satu persyaratan administrasi bakal calon.
Padahal, di mata Pemohon, pasangan nomor urut 4 tidak pernah melakukan tes kesehatan di tempat RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah sebagaimana ketentuan dalam Keputusan KPU Kabupaten Lombok Tengah Nomor 3 Tahun 2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang penetapan rumah sakit sebagai tempat pemeriksaan kemampuan kesehatan jasmani dan rohani secara menyeluruh.
Di samping itu, KPU dianggap telah memperjualbelikan bakal pasangan calon menjadi calon dengan tindakan Termohon yang telah meloloskan beberapa pasangan calon independen yang dipandang tidak memenuhi persyaratan sebagai calon. Pasangan calon nomor urut 7, nomor urut 8, dan nomor urut 9 yang nyata-nyata setelah diverifikasi mendapat dukungan masing-masing yaitu pasangan bakal calon nomor urut 9 mendapat 30.000 dukungan sah, kemudian bakal pasangan calon dengan nomor urut 7 dan nomor urut 8 masing-masing mendapat 6.000 dukungan sah dari 39.000 jumlah dukungan asal yang diajukan masing-masing bakal calon perseorangan tersebut di atas.
Sejumlah elemen masyarakat melakukan protes kepada KPU agar Pasangan Calon Independen nomor urut 7, nomor urut 8, dan nomor urut 9 tidak diloloskan sebagai bakal calon perseorangan akan, tapi KPU tidak meresponnya.
Terhadap hal ini, Termohon sendiri dalam persidangan membantah semua dalil Pemohon. MK sendiri berpendapat bahwa penggelembungan suara tidak terbukti. Selain itu dalil Pemohon berkenaan diloloskannya Pasangan Calon Nomor 4 yang terindikasi tidak melakukan proses pemeriksaan kesehatan, melakukan tindakan asusila dan berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram telah dinyatakan tidak sah mendapat dukungan partai politik, menurut Mahkamah hal tersebut bukan kewenangan MK.
“Mahkamah berpendapat bahwa kebenaran secara hukum mengenai tindakan asusila dalam video tersebut dilakukan oleh Pihak Terkait harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang berwenang yang telah berkekuatan hukum tetap, yang bukan menjadi kewenangan Mahkamah,” tegas Hakim Konstitusi.
Selain itu, dalil Pemohon diloloskannya Pasangan Calon Nomor 3 yang mendapatkan dukungan ganda dari Partai Karya Peduli Bangsa, dan berdasarkan putusan PTUN Mataram dinyatakan tidak sah mendapat dukungan partai politik, Mahkamah berpendapat putusan PTUN tersebut belum terbukti mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsdee), sehingga belum mengikat secara hukum. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon harus dikesampingkan.
Selain itu, dalil pasangan Calon Nomor Urut 7, Nomor Urut 8, Nomor Urut 9, sebagai calon independen tidak memenuhi syarat dukungan pencalonan dan dalil lainnya dinilai MK tidak terbukti menurut hukum.
Dalam konklusi atau kesimpulan putusan, MK menyatakan berwenang mengadili, Pemohon mempunyai kedudukan hukum mengajukan permohonan, tenggat waktu permohonan terpenuhi. Akan tetapi terkait eksepsi Termohon, Mahkamah menyatakan tidak tepat dan tidak beralasan hukum. Sedangkan berkenaan pokok permohonan Pemohon, Mahkamah berkesimpulan permohonan tidak beralasan hukum. (Yazid/MH)