Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Ogan ilir ditolak untuk seluruhnya. Putusan Perkara nomor 39/PHPU.D-VIII/2010 ini dibacakan sembilan Hakim Konstitusi, Selasa (6/7), di Gedung MK. Permohonan perkara ini diajukan oleh Pasangan Calon bupati dan Wakil Bupati Ogan Ilir Nomor 3, yakni Helmy Yahya dan Yulian Gunhar.
Dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Majelis Hakim Konstitusi menyimpulkan Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo. “Akan tetapi, permohonan Pemohon tidak beralasan dengan hukum,” jelasnya.
Pemohon mendalilkan dalam Pemilukada Kabupaten Ogan Ilir, terjadi pelanggaran Pemilu, yaitu: lebih dari seorang pemilih mengunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda, beberapa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT diberi kesempatan memilih oleh petugas KPPS, Petugas KPPS mencobloskan lebih dari satu surat suara tidak terpakai, hilangnya surat suara tidak terpakai, letak TPS di ruang tertutup, masyarakat/pemilih yang bukan warga Ogan Ilir didaftarkan dalam DPT dan saat hari pencoblosan difasilitasi untuk menggunakan hak pilih.
Pelanggaran dalam Pemilukada Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2010 tersebut, terjadi di 141 TPS dalam wilayah tujuh kecamatan dari 16 kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir. “Akan tetapi, Mahkamah berpendapat bukti-bukti yang diajukan Pemohon tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan atau sebaliknya mematahkan dalil Pemohon. Fakta hukum menunjukkan bahwa bukti surat yang diajukan masing-masing pihak tidak berisi data mengenai hal-hal tersebut di atas, melainkan hanya berisi jumlah pemilih dalam DPT, jumlah surat suara, jumlah suara sah dan tidak sah, serta jumlah perolehan suara sah masing-masing pasangan calon, kecuali bukti yang menerangkan bahwa tidak ada saksi pasangan calon yang mengajukan keberatan,” ujar Hakim Konstitusi.
Kemudian mengenai telah terjadinya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan menyeluruh, yaitu Termohon dan Panwaslu Kabupaten Ogan Ilir dengan sengaja tidak menindaklanjuti laporan pelanggaran yang disampaikan Pemohon, terutama laporan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pasangan Nomor 4. Terhadap dalil Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon tidak menguraikan secara jelas mengenai siapa, apa, bagaimana, dan dimana laporan pelanggaran yang dimaksud. “Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti dan harus dikesampingkan,” jelas Hakim Konstitusi.
Sedangkan mengenai dalil Pemohon mengenai Pasangan Nomor 4, sebagai Bupati (incumbent) Kabupaten Ogan Ilir, melakukan mobilisasi dan intimidasi terhadap Pegawai Negeri Sipil, Camat, dan Kepala Desa untuk mempengaruhi pilihan warga, serta memberikan uang kepada warga melalui bentuk pemberian Surat Tugas dan Uang sebanyak Rp.50.000.-, agar mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 4 dan adanya intimidasi terhadap simpatisan Pemohon, meskipun dalam persidangan ditemukan adanya keterangan saksi-saksi yang tidak dibantah oleh Termohon maupun Pihak Terkait, namun Mahkamah belum sampai pada suatu kesimpulan bahwa ancaman tersebut merupakan pelanggaran yang sistematis. (Lulu Anjarsari)