Jakarta, MK Online - Setelah terjadi perubahan UUD 1945, dibentuklah MK yang berfungsi sebagai peradilan tata negara Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003. Dengan demikian MK berfungsi melakukan proses peradilan tata negara.
“Lantas mengapa peradilan tata negara ini tidak disandingkan dalam UUD 1945 sebelum perubahan? Kalau disatukan, tidak nyambung karena menurut UUD 1945 sebelum perubahan seluruh kekuasaan berpusat di MPR. Namun, sesudah terjadi perubahan UUD 1945, paradigmanya jadi berbeda. MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tapi merupakan lembaga tinggi negara,” ungkap Hakim Konstitusi Harjono saat memberi kuliah kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga Surabaya yang berkunjung ke MK pada Rabu (7/7) pagi.
Harjono menambahkan, setelah terjadi reformasi politik 1998 dan perubahan UUD 1945 (1999-2002), terjadi koreksi terhadap UUD 1945 yang memberi dasar legitimasi kepada lembaga negara. Selain itu, lanjut Harjono, UUD 1945 setelah perubahan memenuhi tuntutan rule of law.
“Misalnya dalam UUD 1945 disebutkan pasal yang mengatur tentang hak asasi manusia (HAM) yakni Pasal 28A hingga Pasal 28J,” jelas Harjono.
Lebih lanjut Harjono menerangkan, UUD 1945 sudah memenuhi dua kriteria dari segi substansi dan prosedur. Oleh sebab itu, imbuh Harjono, UUD 1945 merupakan hukum tertinggi dari negara kita. Artinya, seluruh undang-undang dan seluruh proses politik yang terjadi di Indonesia harus bersumber pada UUD 1945.
Menyinggung masalah wewenang dan kewajiban MK, Harjono menerangkan, wewenang MK adalah menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antaralembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilihan umum.
“Sedangkan yang menjadi kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar,” tandas Harjono. (Nano Tresna A/Koen)