Jakarta, MK Online - Sofyan Tan dan Nelly Armayanti adalah pasangan cabup/cawabup Kota Medan yang mendaftarkan sengketa pemilukada ke MK. Sidang pendahuluan pasangan ini digelar Senin (5/7/2010) dengan dipimpin Akil Mochtar sebagai Ketua Panel didampingi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim.
Pemohon perkara 68/PHPU.D-VIII/2010 ini diwakili Arteria Dahlan dkk sebagai kuasa hukumnya. Sementara Termohon yang hadir di persidangan adalah Evi Novida Ginting sebagai Ketua KPU dan didampingi dua anggota KPU lainnya. Pihak Terkait juga hadir di persidangan.
Pokok permohonan adalah mengenai keberatan terhadap SK KPU No.117 yang memenangkan pasangan nomor 6. “Kami nyatakan di sini bahwa hasil tersebut didapat dari penyelenggaraan Pemilukada yang salah dan bertentangan dengan UU yang berlaku. Kami juga menemukan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif,” terang Arteria.
Menurut Arteria, perolehan suara yang benar semestinya untuk pasangan nomor 6 adalah 360.408 suara, sementara pasangan Sofyan Tan dan Nelly Armayanti mestinya memperoleh 376.473 suara. “Permasalahannya, Termohon tidak melakukan sosialisasi pemilu. Lalu, penandatanganan suara juga tidak di hadapan pemilih. Ditemukan pula tulisan-tulisan yang terindikasi menguntungkan pasangan nomor 6,” tambah Arteria.
Mengenai pelanggaran yang sifatnya sistematis dan terstruktur, Arteria merujuk pada banyaknya pelanggaran saat kampanye. “Ada kampanye bernuansa sara, kampanye di luar jadwal, pemutakhiran data pemilih, hingga kartu pemilih ganda.”
Berdasarkan penjelasan kuasa hukum yang sering beracara di MK ini, sebenarnya Pemohon sudah sering melayangkan laporan terhadap temuan-temuan tersebut ke Panwaslu, KPU Kota, Poltabes Medan, hingga ke Badan Bantuan Hukum.
Kabur dan Tidak Jelas
KPU Kota sendiri melihat permohonan Pemohon tidak sesuai dengan Peraturan MK No.6. Permohonannya juga dianggap obscuur libel (kabur) karena objek yang diperselisihkan tidak jelas, tidak menyebutkan TPS, posita dan petitum saling bertentangan, dst. “Tidak cukup menceritakan peristiwa hukum yang menjadi dasar permohonan, tapi juga harus mengungkap fakta hukum yang terjadi,” ujar Evi Novida. (Yazid)