Jakarta, MK Online - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/7) siang. Tujuannya mendaftarkan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam pokok permohonannya, Yusril selaku Pemohon mengungkap sejumlah alasan pengujian Pasal 22 Ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004. Pasal tersebut menyatakan Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena antara lain berakhir masa jabatannya. Pemberhentian dengan hormat dengan Keputusan Presiden.
Yusril mengungkapkan dirinya telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Direktur Penyidikan Kejaksaan dan berdasar “perintah jabatan” yang tidak berdasarkan hukum. Jaksa Agung menurut Yusril sesuai UU adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan. Dengan berakhirnya masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu dengan kedudukan setingkat Menteri Negara sejak 7 Mei 2007, maka seharusnya berakhir pula jabatan Jaksa Agung pada 20 Oktober 2010 lalu.
“Sehingga seluruh keputusan dan atau kebijakan yang ditetapkan oleh Hendarman Supandji, S.H., C.N. adalah batal demi hukum, karena Hendarman Supandji, S.H., C.N. tidak pernah diangkat kembali menjadi Jaksa Agung sejak berakhirnya Kabinet Indonesia Bersatu”, tulis Yusril dalam alasan permohonannya.
Menurut Yusril, tidak adanya rumusan jelas dan tegas terhadap masa jabatan Jaksa Agung dalam UU No. 16/2004 menimbulkan muti tafsir dan berpotensi menimbulkan tafsir yang inkonstitusional. “Oleh karena itu, Pasal 22 Ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan hak-hak konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” tegas Yusril.
Pasal tersebut oleh Yusril dianggap berlebihan dan berpotensi digunakan secara salah dan melanggar prinsip penghormatan dan pengakuan jabatan Jaksa Agung yang terhormat. Selain itu, rumusan pasal berpotensi disalahgunakan oleh pemegang jabatan, melanggar hukum, dan jika dengan tafsir yang salah berpotensi melahirkan ketidakpastian hukum yang adil.
Tafsir Konstitusional
Pakar hukum tata negara tersebut meminta MK menyatakan Pasal 22 Ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, juga Yusril memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi jika tetap menganggap Pasal UU tersebut tetap berlaku, agar memberikan tafsir konstitusional bahwa jabatan Jaksa Agung berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden RI.
Dalam permohonan provisi-nya, Yusril meminta MK menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Kejaksaan Agung RI menghentikan dan atau menunda penyidikan perkara dugaan tindak pidana koruspi yang melibatkan Yusril sebagai tersangka. “Permohonan provisi ini penting untuk diajukan oleh Pemohon agar Pemohon mendapatkan jaminan kepastian hukum atas proses yang dijalani Pemohon,” ujar Yusril.
Dalam permhononan ini, Yusril tanpa menguasakan kepada pengacara atau kuasa hukum sebagai pembelanya. “Saya maju sendiri ke MK tanpa Kuasa Hukum, agar leluasa berdebat dengan Hendarman,” imbuh Yusril. (Nano Tresna A./Miftakhul Huda)