Jakarta, MK Online - Hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Pematang Siantar digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tiga pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pematang Siantar dalam tiga perkara berbeda, Jumat (2/7), di Gedung MK. Perkara yang disidangkan secara bersamaan itu diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 61/PHPU.D-VIII/2010 yang diajukan oleh Pasaangan Calon Nomor Urut 1 Mahrum Sipayung-Evra Damanik (Pemohon I). Selain itu, Pasangan Calon Nomor Urut 6 Heriza Syahputra-Horas Silitonga mengajukan perkara dengan Nomor 62/PHPU.D-VIII/2010 (Pemohon II) serta Pasangan Calon Nomor Urut 2 RE Siahaan dan burhan Saragih yang memohonkan perkara Nomor 63/PHPU.D-VIII/2010 (Pemohon III).
Melalui kuasa hukumnya, Leiden Simangunsong, Pemohon I keberatan dengan penetapan Walikota dan Wakil Walikota Terpilih Pasangan Calon Nomor Urut 7 yang ditetapkan oleh KPU Kota Pematang Siantar, yakni Holman Sitorus-Koni Ismael Siregar. Pemohon I mendalilkan bahwa Termohon dalam menetapkan Pihak Terkait 1 sebagai Pasangan Calon nomor 7 khususnya Holman Sitorus, kurang melakukan penelitian persyaratan administrasi. “Terutama mengenai ijazah SMP dari Holman Sitorus. Holman Sitorus tertulis tamat SD pada tahun 1968 dan tamat SMP pada tahun 1970. Jadi, ada pandangan keliru karena pendidikan SMP yang harusnya ditempuh dalam waktu 3 tahun, tapi hanya 2 tahun. Selain itu, ada kejanggalan dalam ijazah seperti stempel sekolah yang menerbitkan ijazah tersebut,” jelasnya.
Selain itu, Pemohon I mempermasalahkan ijazah Sarjana Hukum (SH) milik Pasangan Calon Nomor Urut 2 Burhan Saragih yang telah dinyatakan tidak berhak digunakan oleh KPU karena dugaan ijazah palsu. Pemohon I menganggap banyak pelanggaran Pemilukada yang dilakukan oleh KPU Kota Pematang Siantar. Pelanggaran tersebut, lanjut Leiden, di antaranya adanya warga Pematang Siantar yang tidak terdaftar dalam DPT ataupun tidak menerima undangan untuk memilih. “Kemudian adanya pembagian barang dan uang yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 7, adanya intimidasi dan janji-janji yang dilakukan oleh Tim Sukses Pasangan Calon Nomor Urut 7 dengan memberikan voucher, masih tingginya jumlah masyarakat menerima kartu panggilan pemilih ganda, dan pemilih lebih dari satu kali,” ujarnya.
Dalil serupa juga diungkapkan oleh Pemohon II yang mempermasalahkan sikap KPU Kota Pematang Siantar yang tidak melakukan penelitian serta verifikasi terhadap ijazah Bakal Calon Pasangan yang akan mengikuti Pemilukada. “Hal tersebut berakibat pada didaftarkannya pasangan yang tidak memenuhi persyaratan menjadi pasangan calon dalam Pemilukada, seperti ketidakbenaran riwayat pendidikan Burhan Sitorus dan Holman Saragih,” papar kuasa hukum Pemohon M Ainul Yakin.
Sementara itu, Pemohon III yang diwakili kuasa hukumnya Nazuli Isa Nasution mengungkapkan bahwa Termohon telah menyelenggarakan Pemilu bersifat massif, terstruktur dan sistematis. Hal ini berkaitan dengan adanya pendeskriditan Pemohon III sebagai Pasangan Calon Nomor Urut 2. “Pelanggaran yang dilakukan Pemohon dengan cara menempelkan pengumuman di setiap TPS, sehingga mempengaruhi perolehan suara nomor 2 secara signifikan. Tak hanya itu, tetapi juga diumumkan di beberapa harian di antaranya Metro Siantar, dan lainnya,” jelasnya.
Menanggapi permohonan Pemohon, KPU Kota Pematang Siantar menjelaskan bahwa ketiga permohonan dalam posita (dasar permohonan) dan petitum (tuntutan) tidak jelas dan kabur sesuai PMK Nomor 15/2008. “Pemohon tidak secara jelas menguraikan kesalahan rekapitulasi dan penghitungan suara yang dilakukan Termohon dan hasil rekapitulasi yang benar menurut Pemohon,” papar kuasa hukum Termohon, M. Aswin Lubis.
Selain itu, lanjut Aswin, materi dalil permohonan Pemohon di luar kewenangan MK. Menurut Termohon, dalil yang diungkapkan Pemohon sama sekali tidak menyentuh tentang hasil pemilihan suara. “Namun hanya terkait dengan pendidikan dan gelar kesarjanaan Pasangan Calon Nomor Urut 2, keabsahan ijazah SMP Pasangan Calon Nomor Urut 7. Hal tersebut merupakan koridor hukum pelanggaran administratif yang secara hukum tidak masuk ke dalam ranah sengketa hasil Pemilukada kewenangan MK,” urainya.
Dalam sidang ini, Majelis Hakim Panel terdiri dari M. Akil Mochtar sebagai Ketua Panel serta Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva sebagai Anggota Panel. Panel Hakim juga mengesahkan beberapa alat bukti. (Lulu Anjarsari)