Jakarta, MK Online - Wan Zuhendra dan Irwan Djamaluddin, pasangan Cabup/Cawabup Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA), Provinsi Riau, mendaftarkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Kepala Daerah ke MK. Perkara No.42/PHPU.D-VIII/2010 tersebut disidangkan Rabu (23/6/2010).
Hakim yang memimpin persidangan adalah Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, dengan didampingi Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi. Para Pihak yang hadir di persidangan adalah pasangan Pemohon, kuasa hukum Pemohon, semua anggota KPU sebagai Termohon, dan Pihak Terkait, yakni Abdul Hadi, Nasrul, dan Teti Haryati.
Di sidang pendahuluan ini, Pemohon mengungkap adanya penggembosan suara oleh Termohon. “Penggembosan itu membuat pemilih jadi binggung dan masyarakat tidak berpartisipasi. Bahwa tindakan pengembosan dilakukan dengan cara Termohon tidak memberi dan atau tidak membagikan kepada para pemilih, tidak diberikan surat undangan atau panggilan untuk memilih pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, melainkan hanya mendapatkan surat panggilan atau undangan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau. Peristiwa ini terjadi di semua wilayah pemilihan pada Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Kepualauan Anambas 2010,” terang Pemohon.
Selain itu, Pemohon menuturkan terjadinya pembukaan kotak suara di tingkat kecamatan tanpa melalui rapat pleno atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. “Bahwa kotak suara dibuka secara diam-diam, ketika di dalam gudang penyimpanan 24 kotak suara se-Kecamatan Palmatak, yang terletak di salah satu ruangan Kantor Camat Palmatak bukan dalam ruang rapat pleno sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan,” tambah Pemohon.
Menurut Pemohon pengakuan tersebut disampaikan oleh Ketua PPK Palmatak, yakni Makmur, di hadapan forum rapat dan dihadiri oleh Ketua DPRD Kepulauan Anambas beserta jajarannya, Kapolres Natuna, Ketua KPU KKA Marzuki, dan jajarannya, Ketua Panwaslu KKA, Sardian, dan jajarannya, unsur kejaksaan Talempa dll, sesuai berita acara pada hari Senin 31 Mei 2010 di Sekertariat DPRD KKA.
Pokok permohonan lainnya adalah diizinkannya pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT menggunakan hak pilih orang lain. Petitum atau tuntutan Pemohon adalah meminta pembatalan keputusan KPU, penghitungan suara yang benar, dan pemungutan suara ulang.
Mendengar petitum tersebut, majelis hakim menasehati Pemohon. “Jika meminta penghitungan yang benar, salah KPU di mana?” tanya Harjono.
“Saudara mempersoalkan penggembosan, pembukaan kotak suara, tidak terdaftar dalam DPT, diskriminasi, dan money politic. Tolong alasan-alasan tersebut dihubungkan dengan perolehan hasil suara yang dianggap bermasalah tadi,” nasehat Sodiki. (Yazid)