Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kota Surabaya –perkara No. 31/PHPU.D-VIII/2010– terus bergulir. Dalam kesempatan itu, Selasa (22/6), Pihak Pemohon dan Termohon menghadirkan saksi tambahan untuk didengar kesaksiannya
Pemohon adalah Arif Afandi-Adies Kadir, pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah nomor urut 3 (tiga) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Surabaya 2010. Dalam persidangan itu terungkap ketidaksinkronan jawaban saksi Pemohon dengan saksi Terkait.
Saksi Pemohon, Pentarto (Camat Semampir), menuturkan sebelum berlangsung Pemilukada Surabaya ia diundang makan malam oleh Camat Wonokromo di rumah makan “Mutiara” Surabaya. Namun ia tidak ingat persisnya tanggal pertemuan itu.
“Yang hadir sekitar 45 orang, baik Camat dan Lurah,” jelas Pentarto. Usai makan, beberapa orang Camat memberikan sambutan. Dikatakan Pentarto, dalam pertemuan itu mereka yang hadir diminta bantuannya untuk melakukan kampanye bagi pasangan calon nomor urut 4.
Saksi Pemohon lainnya, Muhammad Fadil selaku Staf Ahli Walikota Surabaya menjelaskan hal terkait pertemuan di rumah makan “Mutiara” Surabaya. Muhammad Fadil mengatakan bahwa sebelum pertemuan itu ia mendapat sms soal rencana pertemuan tersebut. Tetapi, lanjut Fadil, ia tidak hadir dalam pertemuan itu. Hanya saja, untuk mengetahui siapa yang hadir pada pertemuan itu, Fadil menyuruh bawahannya untuk menggali info terkait pertemuan tersebut. Hasilnya, memang benar sejumlah Camat dan Lurah hadir.
Sedangkan Saksi Pemohon berikutnya, Apgani (mantan Camat Asem Rowo), menjelaskan bahwa ia tidak hadir pada pertemuan di rumah makan “Mutiara” itu. Namun, ia mengungkapkan bahwa ada kejanggalan dalam pemutasian dirinya. Yakni, saat ia masih menjabat Camat Asem Rowo, ia didatangi pihak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meminta bantuan dana untuk seragam saksi Pemilihan Walikota Surabaya, tapi ia tidak menyanggupinya. Menurutnya, hal tersebut berujung pada pemutasian dirinya.
“Hal ini memang mengherankan tahu-tahu saya dimutasi,” katanya kepada Majelis. Hal ini ditanggapi oleh Ketua Panel Hakim, Akil Mochtar, bahwa soal mutasi jabatan dalam lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah hal biasa.
Sementara itu saksi dari Pihak Terkait, Ridwan (Sekretaris Camat Rumput), mengakui ada pertemuan para Camat dan Lurah di rumah makan “Mutiara”, bahkan ia ikut pada pertemuan itu. Pertemuan dibuka dengan sambutan Lurah Gading yakni Suprayitno, dilanjutkan dengan sambutan dari pejabat lainnya. Setelah itu mereka yang hadir membahas berbagai persoalan yang terjadi belakangan.
Saksi terkait lainnya, Wisnu (Wakil Ketua DPRD Surabaya) menuturkan, ia memang ada di rumah makan “Mutiara” sebelum pertemuan itu dilangsungkan. Tetapi, ia berada di lantai yang berbeda. Saat itu tiba-tiba ia diminta bergabung dengan para Camat dan Lurah yang hadir, ia pun bersedia dan memberikan sambutan. “Tetapi saat itu saya katakan bahwa posisi PNS netral, mengingatkan kepada para Camat dan Lurah bila ada kecurangan segera lapor ke Panwaslu. Selain itu saya tidak mengajak para camat dan lurah untuk memenangkan salah satu pasangan calon,” imbuh Wisnu.
Menanggapi hal itu, Majelis Hakim yang diketuai Akil Mochtar tersebut, melihat ada ketidaksinkronan antara pernyataan saksi Terkait, Wisnu, dengan saksi Pemohon, Pentarto, yang menyatakan para camat dan lurah yang hadir di rumah makan “Mutiara” diminta bantuannya untuk melakukan kampanye bagi pasangan calon nomor urut 4. (Nano Tresna A.)