Jakarta, MK Online - Sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Kota Surabaya dengan nomor perkara 31/PHPU.D-VIII/2010 digelar di Mahkamah Konstitusi, Kamis (17/6) sore, di ruang sidang MK. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi dari para pihak. Panel Hakim diketuai oleh M. Akil Mochtar serta Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva masing-masing sebagai Anggota Panel.
Pemohon adalah Arif Afandi-Adies Kadir, pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah nomor urut 3 (tiga) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Surabaya 2010. Pemohon keberatan dengan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada Kota Surabaya 2010 yang dilakukan oleh Termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya.
Pada awal persidangan, Panel Hakim memberikan kesempatan kepada pihak Termohon untuk memberikan jawaban terhadap permohonan Pemohon. Dalam jawabannya, Termohon menegaskan bahwa pihak KPU Kota Surabaya sudah menjalankan tugas dengan transparan, tidak memihak dan taat pada hukum. Sehingga, Termohon menilai, permintaan Pemohon agar Pemilukada diulang adalah tidak relevan.
Dalam sidang tersebut, rencananya pihak Pemohon akan menghadirkan 33 (tiga puluh tiga) saksi. Namun karena satu dan lain hal, saksi yang hadir hanya berjumlah 29 (dua puluh sembilan) orang. Saksi yang memberikan keterangan pertama kali adalah Suyanto yang menjelaskan adanya dugaan politik uang.
“Tanggal 24 Mei 2010, ada kampanye di Gunung Anyar Tambak dengan mengadakan acara hiburan di lapangan. Selesai acara ada orang yang mengantarkan uang ke rumah saya dan isteri saya yang menerima sebesar Rp 10.000. Saya melihat sendiri,” demikian pengakuan Suyanto.
Lain lagi kesaksian dari Lisa, salah satu anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kecamatan Rumput. Ia menerangkan bahwa beberapa hari sebelum berlangsung Pemilukada Kota Surabaya, tepatnya pada 2 Juni 2010, ia diminta datang oleh Camat setempat untuk rapat dengan pihak KPU. Dalam rapat itu, menurutnya, ada ‘instruksi’ untuk mendukung salah satu pasangan calon, tapi ia menolaknya.
“Seingat saya, saat itu Pak Camat bilang 'Jangan sampai suara bergeser',” tutur Lisa. Namun Lisa sebagai anggota PPK, tidak mengindahkan perintah Camat, bagaimanapun sebagai petugas pemilukada ia harus bersikap netral.
Saksi Mendapat Ancaman
Saat sidang berlangsung, tiba-tiba saja pengunjung sidang dikejutkan oleh pemberitahuan Kuasa Pemohon yang mengabarkan saksi Pemohon, Usman Ali, mendapat ancaman. Menurut Usman, saat itu ia ditelepon rekannya agar tidak menjadi saksi dalam sidang. Rekannya itu mengancam Usman dan keluarganya di Surabaya.
Namun Ketua Majelis Hakim, Akil Mochtar berupaya menenangkan. “Di MK itu proses peradilan bersifat terbuka dan transparan. Jadi enggak usah takut dengan ancaman itu. Mungkin teman kamu marah karena tidak diajak ke Jakarta,” kata Akil setengah berseloroh.
Sehubungan masih akan ditambah lagi saksi dari Pemohon, serta pihak Termohon juga akan menambah lagi saksinya, akhirnya Panel Hakim menunda sidang. (Nano Tresna A.)