Jakarta, MK Online - Termohon telah melanggar Pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum karena dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Dumai terjadi beberapa pelanggaran dan Termohon tidak melakukan sosialisasi dengan baik.
Demikian diungkapkan oleh Kuasa Hukum Pemohon, Dwi Putri Cahyawati, dalam persidangan perkara Nomor 37/PHPU.D-VIII/2010 terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Kota Dumai, Senin (21/06). Pemohon adalah pasangan calon nomor urut 1 (satu) dalam Pemilukada Kota Dumai, yakni Zulkifli AS-Sunaryo. Sedangkan Termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Dumai. Saat sidang, hadir Zulkifli AS selaku prinsipal beserta kuasa hukumnya dan Ketua KPU Kota Dumai bersama beberapa Anggotanya.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa selama penyelenggaraan Pemilukada Kota Dumai banyak terjadi pelanggaran. Beberapa diantaranya: adanya praktik money politics, coblos tembus yang mempengaruhi sah tidaknya suara dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Pemohon. Hal itu berakibat berkurangnya perolehan suara Pemohon, sehingga Pemohon merasa dirugikan” ujar Dwi Putri.
Menurut Pemohon, perolehan suara Pemohon bukanlah sejumlah 53.094 suara seperti hasil rekapitulasi oleh Termohon, melainkan sejumlah 54.673 suara. “Penghitungan yang benar menurut Pemohon adalah untuk pasangan nomor urut 1 (satu) adalah 54.673 suara; pasangan nomor urut 2 (dua) sejumlah 4.203 suara; dan pasangan nomor urut 3 (tiga) memperoleh 52.778 suara,” paparnya.
Dengan argumentasi tersebut, Pemohon mengklaim pihaknyalah yang seharusnya menjadi pemenang dan meminta Mahkamah untuk membatalkan Surat Keputusan KPU Kota Dumai nomor 47 tahun 2010 tentang Pengesahan dan Penetapan Hasil Rekapitulasi Suara Pasangan Calon Terpilih Pemilihan Umum Walikota/Wakil Walikota Dumai 2010.
KPU Provinsi sebagai Pendamping
Dalam sidang panel tersebut, Termohon menghadirkan anggota KPU Provinsi Riau sebagai Kuasa Hukum-nya. Terkait hal ini, Akil Mochtar, memberikan saran agar Anggota KPU Provinsi, yakni Asmin Hasmi, bertindak sebagai pendamping saja, bukan sebagai Kuasa Hukum Termohon. “Sesama KPU tidak bisa memberikan kuasa. Secara struktural KPU Kota dengan KPU Provinsi mempunyai hubungan hierarkis, jadi anda (Asmin Hasmi) bertindak sebagai pendamping saja,” tegasnya.
Selanjutnya sidang panel yang diketuai oleh M. Akil Mochtar beserta Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim masing-masing sebagai Anggota tersebut, akan digelar Rabu, (23/06) pukul 14.00 wib. Agenda sidang selanjutnya adalah mendengarkan jawaban dari Termohon serta Pembuktian. Pemohon akan menghadirkan 6 (enam) orang saksi sedangkan Termohon 7 (tujuh) orang saksi. (Dodi H)