Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara Nomor 37/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh M. Farhat Abbas dan perkara Nomor 39/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh OC. Kaligis. Kedua permohonan ini terkait pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Kamis (17/06) di Ruang Sidang Panel gedung MKRI. Majelis Hakim terdiri atas M. Akil Mochtar (Ketua), M. Arsyad Sanusi dan Hamdan Zoelva.
Dalam permohonannya, Farhat Abbas, menyatakan sejumlah alasan yang menjadi keberatannya. Menurutnya, norma yang terdapat dalam Pasal 29 huruf d dan e UU Tipikor, telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang secara tegas mengatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Selain itu, ungkap Farhat, norma yang terdapat dalam Pasal 29 huruf d dan e UU Tipikor juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menganut prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law). “Semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk mengabdi bangsa dan negara, termasuk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,” ucapnya.
Kemudian, sambung Farhat, Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 yang menganut prinsip bebas dari perlakuan diskriminatif, pembatasan masa keahlian dan pengalaman serta batasan umur tidak dapat diukur secara kuantitatif tetapi harus pula memperhatikan kualitas masa keahlian dan umur, sehingga norma yang terkandung dalam Pasal 29 huruf d dan e tersebut inkonstitusional.
Sementara itu, Pemohon lainnya, OC. Kaligis, mengatakan beberapa alasan keberatan terhadap UU Tipikor. Dikatakan Kaligis, berdasarkan Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 28D ayat (1) jo. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, secara tegas dan jelas pasal a quo telah merugikan hak konstitusional Pemohon untuk dapat diangkat menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Disamping itu, secara empiris telah banyak contoh-contoh dimana tokoh-tokoh besar nasional maupun internasional yang masih dapat menghasilkan karya-karya besar dan memberikan dedikasinya pada masyarakat dan negara meskipun telah berusia lebih dari 65 tahun.
“Bahwa yang menjadi lebih penting untuk dijadikan tolak ukur bagi seseorang untuk dapat dianggap mampu mengemban tugas penting adalah lebih didasarkan pada kemampuan seseorang secara pribadi, yang didasari oleh pengalaman serta pengetahuan yang mendalam di bidang yang ditekuninya,” papar Kaligis.
Menanggapi permohonan dari Farhat, Akil Mochtar, meminta untuk memperbaiki urutan petitum. Sedangkan terhadap permohonan OC. Kaligis, ia menyarankan untuk mempertimbangkan Pasal yang digunakan untuk batu uji. “Pasal 27 Ayat (2) diganti menjadi Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945 yang lebih relevan,” saran Akil. (Nano Tresna A.)