Jakarta, MK Online - Permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pemilukada Pakpak Bharat Nomor Urut 5 Oji Manik dan St. Lubis Tumangger ditolak untuk seluruhnya oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan dengan Nomor 21/PHPU.D-VIII/2010 ini dibacakan oleh sembilan Hakim Konstitusi, Senin (14/6), di Gedung MK.
Dalam konklusinya, Majelis Hakim Konstitusi menyimpulkan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak selaku Pemohon dalam perkara ini. Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menjelaskan hal tersebut didasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Pakpak Bharat Nomor 26/KPU-PB/III/2010 bertanggal 28 Maret 2010 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Pakpak Bharat menjadi Peserta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010-2015, Pemohon merupakan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pakpak Bharat Nomor Urut 5. “Akan tetapi, berbeda halnya dengan Bakal Pasangan Calon Jusen Berutu dan R. Zuhri Bintang yang menjadi Pihak Terkait. Mahkamah menilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) karena Pihak Terkait bukan peserta Pemilukada seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 3 ayat (2) PMK 15/2008,” jelasnya.
Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi memaparkan Pemohon mendalilkan Termohon telah melakukan kesalahan dengan membatalkan suara pemilih yang melakukan pencoblosan terhadap Pemohon dengan jumlah 4.000-an suara karena suara para pemilih tersebut dinyatakan tidak sah yang disebabkan hasil pencoblosan kertas surat suara tembus hingga bagian belakang surat sehingga mengenai tulisan pada kop surat KPU Kab. Pakpak Bharat. Hal tersebut juga terjadi karena kurangnya sosialisasi oleh KPU Kab. Pakpak Bharat mengenai tata cara pencoblosan yang baik dan benar bagi para calon pemilih. “Akan tetapi, Mahkamah berpendapat bahwa Termohon telah melakukan sosialisasi secara patut melalui bentuk dan cara yang ditentukan berdasarkan keputusan KPU Kabupaten Pakpak Bharat,” paparnya.
Sementara itu, terhadap sejumlah 4.000 suara lebih yang seharusnya menjadi mililk Pemohon namun dinyatakan tidak sah sebagaimana didalilkan dalam permohonan, Arsyad menjelaskan bahwa Mahkamah berpendapat dalil tersebut lebih bersifat asumtif. “Seandainya pun kemudian kertas suara tersebut dinyatakan sah maka tetap tidak dapat dipastikan kebenaran materiilnya sebagai suara Pemohon secara keseluruhan, sebab terdapat Pasangan Calon lain yang terbuka juga kemungkinannya untuk mengalami penambahan atau pengurangan perolehan suaranya akibat adanya surat suara yang tidak sah dari para pemilihnya masing-masing,” jelasnya.
Terhadap dalil Pemohon dan Pihak Terkait II yang menyatakan telah terjadi mobilisasi pemilih dari luar wilayah Kab. Pakpak Bharat dengan adanya pemilih yang tidak memiliki NIK sejumlah 1.395 orang, Arsyad mengungkapkan Mahkamah berpendapat bahwa baik Pemohon maupun Pihak Terkait II tidak cukup bukti untuk mendukung dalilnya tersebut. Ketiadaaan NIK bagi sejumlah 1.395 orang pemilih bukan berarti bahwa para pemilih tersebut sudah dipastikan akan memberikan suaranya di dalam Pemilukada, khususnya terhadap salah satu Pasangan Calon. “Persoalan NIK dan DPT sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon pada dasarnya bukanlah persoalan yang berdiri sendiri melainkan terkait dengan persoalan kependudukan di Indonesia secara keseluruhan yang belum selesai hingga saat ini, khususnya bagi daerah-daerah yang baru saja melakukan pemekaran daerah, meskipun hal demikian tidak seharusnya dijadikan alasan pembenar bagi KPU pada umumnya dan Termohon pada khususnya untuk terus-menerus mengabaikan dan tidak menuntaskan persoalan NIK dan DPT tersebut (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009 bertanggal 12 Agustus 2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3-4/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 18 Mei 2010),” jelasnya.
Tidak Terbukti
Sedangkan, mengenai pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif, Mahkamah menilainya sebagai pelanggaran yang melibatkan sedemikian banyak orang, direncanakan secara matang, dan melibatkan pejabat serta penyelenggara pemilu secara berjenjang (vide Putusan Mahkamah Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 2 Desember 2008 dan Putusan Mahkamah Nomor 17/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 11 Juni 2010). Sementara itu,berdasarkan seluruh pertimbangan hukum dan bukti-bukti yang terungkap di dalam persidangan, tidak terjadi pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan massif dalam penyelenggaran Pemilukada Pakpak Bharat Tahun 2010, baik yang dilakukan oleh Termohon ataupun pihak lainnya yang ditujukan untuk memenangkan salah satu Pasangan Calon. “Mahkamah menilai dalil-dalil permohonan Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum sehingga harus dikesampingkan,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)