Jakarta, MK Online - Indonesian Society of International Law (ISIL) bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) mengadakan Seminar dengan tema “International Law as Political Instrument?”, Kamis (10/06). Seminar dalam rangka merayakan ulang tahun ISIL yang ke-8 ini, bertempat di gedung MKRI.
Pada seremoni pembukaan, hadir Hakim Konstitusi Harjono untuk memberikan sambutan. Ia membacakan pidato tertulis dari Ketua MK yang berhalangan hadir. Sebelum membacakan sambutannya, ia pun menyampaikan permintaan maaf dari Ketua MK, Mahfud. MD, karena tidak bisa menghadiri acara tersebut yang disebabkan ada kesibukan lain. “Constitutional Court (MK) lagi laris manis,” katanya, ketika menyampaikan permohonan maaf itu dengan sedikit bercanda.
Menurut Harjono, tema yang diangkat pada seminar kali ini adalah tema yang tidak akan pernah usang. Tema yang akan selalu hidup dan menjadi permasalahan pada setiap jaman. Oleh karena itu, ia berharap, seminar kali ini bisa merumuskan atau paling tidak menumbuhkan gagasan-gagasan solutif dan kreatif untuk menjawab permasalahan-permasalahan hukum dalam konteks kekininan, khususnya terkait hukum internasional. “never ending tema, satu tema yang tak ada akhirnya,” katanya.
“Tantangan bagi dunia hukum internasional untuk mengkaji secara ilmiah permasalahan hukum nasional maupun internasional, sehingga ditemukan sebuah solusi,” lanjutnya.
Kemudian, dalam sambutannya, ia menguraikan tentang perbedaan dalam konteks kelembagaan peradilan konstitusi di beberapa negara. Di mana, ada peradilan konstitusi yang menjadi satu dalam kewenangan Mahkamah Agung (Supreme Court) dan ada pula yang terpisah seperti di Indonesia dengan adanya MK dan MA. Selain itu, ia menambahkan penjelasannya dengan mangatakan bahwa ada 2 (dua) tipe mekanisme pengujian konstitusional.
“In general, these (constitutional adjudication) mechanisms can be classified into two types. First, review of laws that have been enacted against the constitution or referred to as ‘constitutional review’, this mechanism are found in Indonesia, Thailand, South Korea, South Africa, Germany, and Austria. Second, review of draft laws that have not been enacted against the constitution or referred to by the term ‘constitutional preview’,” ujarnya.
Selanjutnya ia pun menerangkan bahwa terkadang dalam memberikan pertimbangan pada putusannya, MK merujuk kepada beberapa prinsip dan sumber hukum internasional yang berlaku. “The Constitutional Court of Indonesia sometimes also refers to various international conventions and common law principles, even more so when the Constitutional Court of Indonesia, was faced to review a law that was considered to have violated the Human Rights,” paparnya.
Adapun acara yang dihadiri oleh 225 peserta yang terdiri dari kalangan akademisi, praktisi dan mahasiswa dari beberapa negara tersebut, disiarkan langsung dengan metode video streeming melalui sarana video conference di 13 (tiga puluh empat) perguruan tinggi se-Indonesia yang dimiliki oleh MKRI. Demikian dituturkan oleh Funding Director acara tersebut, Suci Chaidir, kepada tim liputan MK. (Dodi. H)