Jakarta, MK Online - Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang menjadi juara pertama Lomba Debat Konstitusi Perguruan Tinggi se-Indonesia Regional II setelah menang dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Rabu (9/6) di kampus Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia. Hasil tersebut mengantarkan UPH dan UNPAD ikut Lomba Debat Konstitusi Perguruan Tinggi Tingkat Nasional di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Agustus 2010 mendatang.
Suasana Lomba Debat Konstitusi Perguruan Tinggi se-Indonesia Regional II itu begitu hangat dan meriah. Para peserta terlihat begitu antusias, kritis dalam menyampaikan dan menanggapi berbagai permasalahan sesuai dengan tema “Hak Angket DPR dalam Sistem Presidensil”. Kelompok “Pro” (UPH) langsung membuka acara dengan menyampaikan sejumlah teori, landasan hukum mengenai perlunya hak angket DPR dalam sistem Presidensil.
Di antaranya, mengenai teori Trias Politika mengenai badan Eksekutif (Presiden), Legislatif (DPR) dan Yudikatif (MA dan MK). Sesuai Pasal 24 Ayat 2 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Selain itu dibeberkan Pasal Pasal 77 ayat (3) UU No. 27/2009, “Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”
“Hak angket bertujuan untuk memaksimalkan fungsi checks and balances antara tiga lembaga yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Adanya hak angket DPR sama sekali tidak merugikan pemerintah,” kata salah seorang peserta dari UPH, Grace dengan penuh semangat yang didampingi dua rekan lain, Chris dan Anthony.
Sedangkan para peserta dari UNPAD pun tak kalah antusias, memaparkan berbagai teori dan alasan hukum terkait tema debat konstitusi. Pada dasarnya, menurut para peserta dari UNPAD, hak angket yang meski sudah tercantum dalam UU, tetap saja sebagai anomali atau gejolak yang malah memperlemah Sistem Presidensil.
“Dengan demikian, hak angket bukanlah instrumen yang efektif dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia,” ungkap Wina salah seorang peserta dari UNPAD, didampingi rekannya Wicaksana dan Fristian.
Tiga peserta dari UNPAD itu juga membandingkan pelaksanaan hak angket di Amerika Serikat, yang dimiliki oleh Kongres secara konstitusional serta melalui doktrin pemisahan kekuasaan. Setelah beberapa kali terjadi perdebatan sengit, silang pendapat dan pikiran dari para peserta, saling adu argumentasi dan logika, lomba debat konstitusi yang berlangsung sekitar satu jam lebih akhirnya usai.
Dewan Juri Final Debat Konsitusi Regional II itu terdiri atas M. Fajrul Falaakh (Ketua), Dr. Kurnia Warman, Harsanto Nursadi, Andhika Danesjvara, dan Arya H. Dharmawan mengumumkan UPH berhak menjadi juara melalui skor tipis. Dari 5 orang juri itu, tiga di antaranya memberi angka kemenangan bagi UPH, sedangkan dua lainnya untuk UNPAD melalui kriteria penilaian tentang penguasaan substansi, cara penyampaian argumentasi dan kerjasama tim.
Lomba Debat Konstitusi Perguruan Tinggi se-Indonesia Regional II yang berlangsung 7-9 Juni itu akhirnya resmi ditutup oleh Sekjen MK Janedjri M. Gaffar. Dalam testimoninya, Janedjri mengingatkan bahwa acara debat konstitusi bukan sekadar jadi ajang menghafal pasal dan ayat konstitusi. Namun yang lebih penting, adalah membangun argumentasi peserta dan kemampuan peserta mengidentifikasi dan menganalisis masalah. “Bahkan diharapkan peserta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sedang aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandas Janedjri. (Nano Tresna A.)