Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah/wakil kepala daerah Kabupaten Konawe Selatan, Kamis (3/6/2010) pukul 09.00 WIB. Sidang Panel ini mengagendakan pemeriksaan lanjutan, yakni mendengarkan tanggapan Termohon dan keterangan saksi Pemohon serta Pembuktian.
Pemohon Perkara 22/PHPU.D-VIII/2010 ini adalah Surunuddin Dangga dan Muchtar Silondae. Keduanya didampingi L.M. Bariun, Kores Tambunan, dan Parulian Napitupulu sebagai kuasa hukumnya. Sementara Panel Hakim diketuai Moh. Mahfud MD dengan didampingi Ahmad Sodiki dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Pokok permohonan Pemohon adalah mengenai keberatan terhadap penetapan hasil rekapitulasi KPUD yang mengalahkan Pemohon. Padahal, tim sukses Pemohon jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pemilukada di Konawe Selatan ini, meminta KPU agar menunda tahapan pelaksanaan pemilukada karena masih banyak persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah.
Dalam persidangan pun, saksi-saksi Pemohon menguatkan dugaan bermasalahnya DPT ini. “KPUD mengundang semua calon pada rapat pleno. Saya sebagai perwakilan DPRD saat itu menyaksikan pasangan calon nomor urut 1, 3, dan 4 menolak penetapan DPT. Sebab, masih banyak wajib pilih yang tidak punya NIK (nomor induk kependudukan), ada DPT yang dobel, ada yang punya NIK tapi tidak ada namanya,” jelas Ilham, saksi Pemohon.
Ilham menyayangkan ternyata KPU menolak menunda tahapan pelaksanaan pilkada. “Padahal tahapan pemilukada itu kan ditetapkan KPU sendiri, jadi mestinya mereka juga punya kewenangan menunda tahapan,” imbuh Ilham.
Samsu, Ketua Tim Pemenangan pasangan nomor urut 3 juga menerangkan ada sekitar 80 nama dari dua desa yang ganda. Bahkan Samsu menambahkan, ada sekitar 61.000 yang tidak punya NIK. “Jika diizinkan, kami akan menampilkan data-data yang ganda tersebut,” pinta Samsu pada Majelis Hakim. Mahfud MD hanya meminta para saksi untuk menyiapkan print out-nya saja.
Sementara itu, Pihak Terkait yang diwakili Arifudin Mathara sebagai kuasa hukumnya, membantah tuduhan-tuduhan Pemohon. “Anggapan mengenai money politic, itu sama sekali tidak benar. Lalu, Pihak Terkait juga sama sekali tidak menggunakan rumah jabatan untuk kampanye. Juga tidak benar jika Pihak Terkait menggratiskan pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada pemilih yang jika ditotal, PBB itu jumlahnya miliaran. Juga tidak benar ada intimidasi dari kepala desa,” bantah Arifudin. Dalam petitumnya, Arifudin meminta agar Majelis Hakim menolak seluruh permohonan pemohon dan menetapkan pasangan calon nomor urut 2 sebagai pemenang yang sah. (Yazid)