JAKARTA--MI: Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan dana aspirasi Rp8,4 triliun atau Rp15 miliar per anggota DPR, karena penggunaan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai landasan hukum sangat keliru. Istilah memperjuangkan aspirasi konstituen dan daerah pemilihan bukan dalam konteks pengalokasian atau penggunaan anggaran per anggota DPR.
"Dana aspirasi ini tidak mungkin bisa karena salah dan melanggar ketentuan yang ada. Ini bisa rawan diuji di MK karena dalam konteks yang keliru. Penggunaan istilah dana aspirasi, daerah pemilihan, dan anggaran per anggota Dewan, ini berkaitan dengan susduk (susunan kedudukan diatur UU Nomor 27 Tahun 2009). Itu substansi lain yang menjadikan alokasi dan penggunaan anggaran dalam mekanisme politik dan teknis dana pemilu," kata mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie ketika dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Selasa (8/6).
Jimly mengatakan, masalah dana aspirasi ini bisa menimbulkan kontroversi tersendiri yang berkaitan dengan anggaran dan pidana korupsi. "Dana aspirasi, ide mekanisme politik dan susduk, ini tidak benar. Apalagi, dana ini dikaitkan dengan dana untuk indvidu-individu anggota Dewan. Mungkin pihak Golkar ngotot menjelaskan, karena niatnya baik. Tapi sulit menjelaskan itu, sehingga menimbulkan keberatan dari masyarakat," tegasnya.
Menurut Jimly, persoalan saat ini para anggota DPR dan seluruh partai berhadapan dengan seluruh masyarakat. "Parpol umumnya sama pendapatnya, tapi ada yang lihat-lihat angin. Golkar jangan terjebak ngotot sendirian dan bisa terperosok sendiri," imbuhnya.
Karena itu, ide dana aspirasi harus direkonstruksi sesuai dengan UU yang ada. Menurutnya, konstruksi pemerataan pembangunan harus dilihat dalam konteks rezim hukum administrasi pemerintahan daerah (pemda).
"Kalau dilihat dari konteks hukum administrasi pemda, maka mekanisme anggaran sudah ada. Aturannya sudah ada yaitu APBN, APBD, dan dalam konteks hubungan pusat dan daerah. Ada mekanisme dana dekonsentrasi, dana pembantuan, dana alokasi khusus, dan dana alokasi umum. Jadi sudah ada mekanisme di situ dan tak sulit membagi dana pembangunan melalui mekanisme UU yang ada," tegasnya. (Ken/OL-5)
Selasa, 08 Juni 2010 | mediaindonesia.com