Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan perkara nomor 30/PUU-VIII/2010 terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (07/06) pagi. Agenda sidang kali ini adalah perbaikan permohonan.
Saat persidangan, dari pihak Pemohon dihadiri oleh kuasa hukumnya, yakni Dharma Sutomo Hattamarasjid dan Gala Adhi Dharma. Dalam persidangan, mereka menyampaikan bahwa permohonan telah dirubah sesuai saran dan nasihat hakim pada persidangan sebelumnya, yaitu terkait legal standing Pemohon dan beberapa kesalahan dalam penulisan.
Adapun pada persidangan sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa norma dalam UU 4 tahun 2009 tersebut, yakni Pasal 22, Pasal 38, Pasal 51, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172 dan Pasal 173 ayat (3) telah bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) dan 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, dalam perbaikan kali ini, mereka tidak hanya menguji norma-norma tersebut, tetapi, Pemohon dalam perbaikan permohonannya menambah satu pasal lagi yang akan diuji, yakni Pasal 169 huruf a UU a quo.
“Kami sudah memperbaiki permohonan. Dan, kami juga menambah satu Pasal lagi untuk diuji, yakni Pasal 169 huruf a,” ujar salah satu Kuasa hukum Pemohon.
Selain itu, Pemohon juga menambahkan satu Pasal sebagai batu uji, yaitu Pasal 27 UUD 1945. Pemohon juga merubah legal standing-nya. Di mana sebelumnya Pemohon adalah Asosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam perbaikan, dirubah menjadi perorangan. Pemohon bertindak sebagai pengusaha timah.
Setelah mendengarkan pemaparan dari kuasa hukum Pemohon tersebut, Majelis pun memberikan beberapa tanggapan. Menurut Hakim Konstitusi Akil Mochtar, permohonan Pemohon masih membingungkan dan kurang jelas. Hal ini dikarenakan Pasal yang disebutkan dalam posita (dasar permohonan) tidak muncul pada petitum atau tuntutannya, begitu pula sebaliknya. Sehingga ia pun mengingatkan Pemohon untuk me-renvoi beberapa kesalahan yang masih terdapat dalam permohonan.
“Pasal yang dijadikan batu uji apakah hanya 3 Pasal saja? Dalam posita muncul tapi dalam petitum tidak disebutkan. Anda (Pemohon) memang minta seperti ini atau bagaimana?” tanya Akil pada Pemohon, dengan maksud minta kejelasan.
Selanjutnya, ia pun mengingatkan Pemohon untuk mempertimbangkan kembali saran Hakim sebelumnya, terkait kemungkinan terjadi kekosongan hukum jika permohonan dikabulkan. “Tolong diperhatikan konsekuensi dari permohonanan ini, karena akan terjadi kekosongan hukum. Ini juga tergantung pada pendapat ahli nantinya,“ ingatnya.
Kemudian, berkaitan dengan adanya beberapa permohonan pengujian terhadap UU a quo, jika Rapat Pleno Hakim bersepakat, maka pengujian terhadap UU 4 Tahun 2009 ini akan dilakukan dalam Sidang Pleno secara bersama-sama dengan pemohon lainnya. “Undang-Undang ini banyak yang menguji, maka jika Pleno sepakat, akan disidangkan bersama-sama dengan perkara lain,” ucap Akil sebelum menutup sidang.
Majelis Sidang Panel kali ini, terdiri dari Akil Mochtar selaku Ketua Panel, sedangkan Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati masing-masing bertindak sebagai Anggota. (Dodi H.)