Jakarta, MK Online - Dalam rangka memperkenalkan sistem hukum Indonesia dan mengenal lebih jauh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), beberapa Mahasiswa yang tergabung dalam International Board of Asian Law Student’s Association (ALSA) mengunjungi gedung MKRI, Senin (07/06) siang.
“Maksud dari kunjungan ini adalah untuk lebih mengetahui kewenangan MK dan pelaksanaannya, serta lebih mengenal sistem hukum Indonesia,” ujar Dimas Nanda Raditya Ketua rombongan itu.
Rombongan yang terdiri dari pelajar Jepang, Thailand, dan Indonesia itu diterima oleh Pan Mohamad Faiz, Staf Ketua MK. Dalam pemaparannya, Faiz, mengutarakan beberapa hal terkait sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya tentang MK. Ia pun menjabarkan secara sekilas tentang latar belakang amandemen UUD 1945, struktur lembaga negara pasca amandemen, hingga teori yang mendasari kemunculan MK. Kemudian dilanjutkan dengan menjabarkan peran, fungsi serta kewenangan MKRI.
Berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan dari MK, ia menekankan bahwa MK telah melakukan perubahan besar ke arah yang lebih baik dalam penyelenggaraan peradilan. Hal itu dirasakan tidak hanya di indonesia, tapi juga di Asia bahkan mungkin dunia. “Constitutional Court of Indonesia has been known as an impartial, transparent and trustworthy Court not only in Asia but also in the World,” ujarnya menirukan pujian yang pernah dilontarkan kepada MKRI oleh MK dari negara lain dalam berbagai Konferensi Internasional yang pernah dihadirinya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa MK dengan sistem peradilannya yang terintegrasi dengan baik, telah menjadi pionir dari sistem peradilan modern. Dengan kata lain, MK dengan e-Court-nya telah menjadi pilot project (percontohan) bagi perbaikan dan pembenahan sistem-sistem peradilan yang telah ada sebelumnya. “Revolution of judicial institution comes from this Court,” tegasnya.
Selanjutnya, ketika dibuka sesi pertanyaan, Salah satu peserta pun menanyakan tentang implementasi dari putusan MK, khususnya dalam pengujian undang-undang di mana MK tidak mempunyai institusi yang bertindak mengeksekusi putusan-putusannya, atau MK tidak mempunyai “daya paksa” agar putusannya langsung dilaksanakan oleh eksekutif atau legislatif.
Ia pun menanggapinya dengan mengatakan bahwa memang tidak ada sarana yang dimiliki MK untuk menekan pihak pemerintah atau legislatif agar segera menindaklanjuti putusannya. Itu semua kembali kepada political will dari pihak pemerintah dan legislatif. “We do not have any tools to force the Government, but with a high legitimacy from the people, all decisions made by the Court has been implemented by the Government till today”, paparnya. Oleh karena itu, ia pun mengatakan bagaimanapun juga inilah sistem yang ada sekarang, mungkin ke depan perlu ada penyempurnaan terkait hal ini.
Di akhir paparannya, ia pun mengatakan, terlepas dari segala kekurangan yang ada, MK akan selalu membenahi dirinya dan tentu semua itu dilakukan semata-mata untuk memberikan yang terbaik kepada justiciabelen (para pencari keadilan). “We want to give the best access for every constitutional justice seeker,” tuturnya. (Dodi. H)