Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki fungsi sebagai penjaga konstitusi, penafsir akhir konstitusi, penjaga demokrasi, pelindung HAM dan pelindung hak konstitusi warga negara. Sedangkan Hakim Konstitusi MK terdiri dari sembilan orang hakim yang berasal tiga hakim dari MA, tiga hakim usulan DPR dan tiga lagi dari usulan Presiden.
Demikianlah yang diutarakan oleh Pan Mohammad Faiz, staf Judicial Assistant MK saat menerima kunjungan Himpunan Mahasiwa Islam MPO Komisariat Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia di ruang pers konpers MK Jakarta, Senin (7/06).
“Sebagai penjaga konstitusi, maka MK harus senantiasa menjunjung tinggi konstitusi dan melindungi hak-hak konstitusi warga negara Indonesia. Pada era kepemimpinan Mahfud MD saat ini, MK tidak hanya memutus dan memberikan keadilan secara prosedural saja. Namun MK harus mengutamakan keadilan substantif serta asas manfaat,” tuturnya.
Sebagai contoh, lanjut Faiz adalah putusan MK terkait perselisihan hasil pemilukada Jawa Timur. Sebenarnya MK memiliki kewenangan untuk memeriksa hasil selisih suara, namun ketika terjadi kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis, akhirnya MK memutus penghitungan ulang dan pemungutan suara ulang di Madura.
“Selanjutnya, MK juga pernah memutus bahwa KTP bisa digunakan untuk mencontreng dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal itu guna melindungi hak konstitusional warga negara yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pilpres supaya bisa memberikan aspirasi suaranya terhadap calon Presiden yang akan dipilihnya,” papar Faiz.
Selain itu, Faiz yang juga merupakan Sekretaris Dewan Pakar Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) tersebut menerangkan kepada peserta kunjungan tentang concuring opinion (alasan berbeda) dan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam putusan MK.
Alasan dan pendapat berbeda sering terjadi dalam putusan MK. Alasan berbeda merupakan cara masuk yang berbeda dalam memutus perkara meskipun para hakim sama-sama menolak atau mengabulkan putusan. Ibaratnya taksi mau menuju ke tempat A, yang satu lewat jalan Thamrin yang satunya lagi lewat jalan Jenderal Sudirman. Namun taksi itu sama-sama ke tempat A.
Sedangkan pendapat berbeda adalah vonis putusannya yang berbeda. “Jadi yang satu menolak dan yang lainnya mengabulkan,” ujarnya. (RN Bayu Aji)