Jakarta, MK Online - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Kota Cilegon digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (24/5/2010) pukul 11.00 WIB. Untuk sengketa pemilukada Kota Cilegon ini, ada dua perkara yang teregistrasi. Pertama, perkara 10/PHPU.D-VIII/2010 yang dimohonkan Ali Mujahidin dan Sihabudin Syibli. Kedua, perkara 11/PHPU.D-VIII/2010 oleh Humaidi Husein dan Faridatul Faujiah, Helldy Agustian dan Djuher Arief serta Ahyadi Yusuf dan Irvin Andalusiyanto.
Pokok permohonan Ali Mujahidin dan Sihabudin Syibli adalah menyoal KPU Kota Cilegon yang mestinya sudah menetapkan DPT pada 8 Pebruari 2010, tetapi ternyata baru terlaksana 23 Maret 2010. Lalu, Pemohon juga mendalilkan ada kesalahan penghitungan, kecurangan yang bersifat masif dan sistematis, kejahatan penggandaan DPT, banyak pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, pemilih pindah domisili, serta anak di bawah umur turut memilih.
Pemohon juga menganggap terdapat DPT ganda berjumlah 15.125 pemilih ganda, lalu sebanyak 2.611 pemilih yang tidak terdaftar, 452 orang pindah domisili dan terdaftar di DPT, adanya joki pencoblosan sebanyak 200 orang, pemilih di bawah umur 724 orang, dan tidak mendapat kartu undangan memilih sebanyak 720 orang. Total jumlah suara yang dianggap memengaruhi suara Pemohon adalah 19.910.
Sementara itu, Pemohon Humaidi Husein dan Faridatul Faujiah, Helly Agustian dan Djuher Arief serta Ahyadi Yusuf dan Irvin Andalusiyanto mempersoalkan surat suara untuk simulasi pemilukada Kota Cilegon yang telah memuat foto pasangan calon nomor urut 2, yakni pasangan Tubagus Aman Aryadi dan Edi Iman Ariadi secara berwarna, namun tidak memuat foto pasangan lain secara berwarna (dihitamkan). Surat suara simulasi juga telah mencantumkan nama pasangan calon nomor urut 2, sementara pasangan lain hanya ditulis Fulan. Karena alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK membatalkan hasil Berita Acara Rapat pleno KPU Kota Cilegon bernomor 60/KPU-CLG-015.436430/III/2010 tentang penetapan hasil pemilukada Kota Cilegon yang dimenangkan pasangan nomor urut 2.
Dalam persidangan, Majelis Hakim memang menemukan adanya pelanggaran yang terjadi selama berlangsungnya proses pemilukada Kota Cilegon. “Termohon telah turut melakukan pelanggaran, Termohon memberikan soft copy DPT dalam bentuk PDF, kecurangan yang dilakukan Termohon juga mengakibatkan kerusuhan dan perusakan kantor KPU,” kata Arsyad Sanusi membacakan isi putusan.
Meski demikian, Majelis Hakim tidak menemukan adanya pelanggaran terstruktuf, sistematis, dan masif seperti didalilkan Pemohon. “Terstruktur berarti adanya kecurangan yang dilakukan oleh pejabat secara berjenjang, sistematis berarti adanya kecurangan yang telah direncanakan, dan masif berarti kecurangan yang melibatkan banyak orang. Meski ada pelanggaran, tidak dapat dibuktikan pelanggarannya bersifat terstruktuf, sistematis, dan masif,” ujar Majelis Hakim.
Karena itu, dalam konklusinya, MK menyimpulkan dalil dan alasan Pemohon tidak beralasan hukum. Amar putusan MK menyatakan menolak seluruh permohonan Pemohon.
Putusan perkara 10/PHPU.D-VIII/2010 dan perkara 11/PHPU.D-VIII/2010 dibacakan terpisah karena pemohonnya berbeda. Kedua perkara tersebut ditolak oleh MK. Sementara situasi di luar sidang ketika putusan dibacakan, cukup ramai. Gedung MK dipenuhi oleh massa Pemohon yang mengajukan perkara ini. (Yazid)