Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang panel pemeriksaan lanjutan perkara nomor 17/PHPU.D-VIII/2010, Rabu (02/06), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari para pihak dan pembuktian. Panel hakim pada persidangan kali ini adalah M. Akil Mochtar selaku Ketua Panel, sedangkan Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim masing-masing sebagai Anggota. Sidang berlangsung di ruang sidang pleno gedung MKRI.
Pemohon adalah pasangan nomor urut 3 (tiga), Afifi Lubis dan Haloman Parlindungan Hutagalung. Saat sidang hadir beberapa kuasa hukum mereka, N. Noras Maruli Tua Siagian, Darwis D. Marpaung dan Roder Nababan. Pihak Termohon hadir prinsipal, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sibolga, Nadzran, beserta beberapa anggota KPU Kota Sibolga dan didampingi pula oleh kuasa hukumnya. Sedangkan dari pihak terkait, hadir prinsipal, Syarfi Hutauruk, bersama beberapa kuasa hukumnya.
Pada persidangan kali ini Pemohon menghadirkan 15 (limabelas) orang saksi, termohon 5 (lima) orang saksi, dan terkait 5 (lima) orang saksi.
Untuk membuktikan dalil di persidangan sebelumnya, terkait kejelasan riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD) pihak Terkait, Pemohon, menghadirkan Kepala Sekolah SD Pasar Sorkam, yakni Yuliani Tanjung. Dalam kesaksiannya, ia mengatakan bahwa telah mencabut surat keterangan pengganti Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atas nama Syarfi Hutauruk, yang pernah ia serahkan pada Termohon.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan tidak adanya nomor induk yang yang diakui oleh Syarfi sebagai nomor induknya di sekolah itu, yakni nomor 151. “Setelah saya periksa, 151 itu tidak ada di stamp book. Yang ada mulai dari nomor 272 ke atas. Dan, (yang memiliki) nomor 272 itu kelahiran 1949. Logika saya, nomor 151 itu, kelahiran 1944 atau 1945. Sedangkan Pak Syarfi itu kelahiran 1959,” ujar Yuliani.
Selain itu, ia pun mengatakan bahwa surat keterangan yang pernah dikeluarkannya tersebut, dikonsep oleh pihak Termohon dan ia menandatangani surat itu dalam kondisi tertekan. “KPU datang minta klarifikasi, dan minta dirubah isi surat yang saya (buat) itu. Kemudian Pak Nadzran mendiktekannya, saya diminta tanda tangan. Saya terpaksa teken (tanda tangan) di surat itu karena tekanan massa. Saya merasa terancam,” katanya.
Meskipun begitu, Yuliani sendiri pun tidak berani menyatakan bahwa ijazah yang dimiliki oleh Syarfi Hutauruk adalah asli atau palsu, karena dia masih baru menjabat sebagai Kepala Sekolah di sekolah itu. “Saya tidak bisa mengatakan surat itu asli atau tidak. Saya baru jadi Kepala Sekolah sekitar satu tahun,” jelasnya.
Terhadap kesaksian tersebut, pihak Termohon mengatakan bahwa terkait kejelasan surat pengganti STTB maupun ijazah pasangan calon bukanlah kewenangan mereka. Menurut Nadzran, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 Pasal 9 menyebutkan apabila ada pengaduan ijazah palsu, maka dilaporkan kepada Panwas atau pihak kepolisian, selanjutnya menuggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “Kami tidak berkewajiban, seharusnya permasalahan ini ditangani Panwas atau Polisi, kami tinggal menunggu putusan pengadilan,” tegasnya.
Kemudian dari pihak Terkait, untuk membantah hal itu, mereka menghadirkan teman sekolah serta seorang guru yang pernah mengajar Syarfi saat bersekolah di SDN Pasar Sorkam. Ia adalah M. Zein Piliang. “Saya kenal (Syarfi), dan pernah jadi murid saya. Saya ngajar dari Tahun 1966 sampai 1976,” ucapnya.
Penghitungan di Mapolsek
Pada persidangan pun terungkap bahwa kondisi Kota Sibolga pasca pemungutan suara sangat tidak kondusif. Ini terbukti dengan terjadinya pengrusakan pada beberapa Kantor Kecamatan di Sibolga. Bahkan, di Kecamatan Sibolga Utara ada kotak suara yang direbut oleh massa yang mengamuk. “Ada tiga kotak suara sempat diambil oleh massa, cuman dua kotak dapat diselamatkan. Sedangkan kotak yang direbut itu surat suaranya dirobek-robek oleh massa,” ungkap Nadzran.
Oleh sebab itu, pihak KPU berinisiatif untuk mengambil alih penghitungan suara. Setelah itu penghitungan suara disepakati untuk dilakukan Markas Polisi Resort (Maplores) Tapanuli Tengah. Sebelumnya, pihaknya telah berkoordinasi kepada KPU Pusat, dan hal itu diijinkan. “Saya menelpon Pak Putu, menurut dia, kami boleh melakukan itu, karena ini sudah sesuai peraturan yang ada,” tuturnya.
Sebelum menutup sidang, Ketua Panel melakukan pengesahan alat bukti dari para pihak. Pemohon mengajukan 25 bukti, Termohon 56 bukti, dan Terkait 19 bukti. (Dodi H.)