Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang Panel Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Senin (31/05). Sidang yang diregistrasi dengan nomor perkara 23-24/PHPU.D-VIII/2010 ini, disidangkan oleh Panel Hakim M. Akil Mochtar selaku Ketua Penel, serta Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim masing-masing sebagai Anggota. Sidang bertempat di ruang sidang panel lantai 4 gedung MKRI.
Pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2 (dua), Awang Dharma Bakti dan Syaiful Aduar; serta Pasangan Calon nomor urut 4 (empat), Edward Azran dan Syahrani. Namun, dalam persidangan pertama ini, hanya hadir kuasa hukum dari Pemohon pasangan nomor urut 2, yakni Safrudin. Sedangkan dari pihak Pemohon pasangan nomor urut 4 tidak ada yang hadir. Akhirnya, Akil Mochtar, selaku Ketua Panel menyatakan bahwa Permohonan dengan pemohon pasangan Edward dan Syahrani dinyatakan gugur.
“Perkara nomor 24/PHPU.D-VIII/2010 karena tidak ada yang hadir pada sidang pertama ini, maka permohonan dinyatakan gugur,” tuturnya sambil mengetokkan palu.
Dalam persidangan hadir pula pihak Termohon dan Terkait. Dari pihak Termohon hadir prinsipal, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Kartanegara, Rinda Desianti, bersama beberapa Anggota KPU lainnya. Mereka juga didampingi oleh kuasa hukumnya, yakni Bambang Widjajanto dan Iskandar Sonhaji. Sedangkan dari pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati terpilih, Rita Widyasari-Ghufron Yusuf, hadir diwakili oleh para kuasa hukumnya.
Dalam permohonannya, Pemohon mengungkapkan bahwa telah terjadi beberapa pelanggaran selama penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Beberapa diantaranya ialah terjadi penggandaan kartu pemilih, serta keterlibatan aparat pemerintah dalam money politics.
Sebelumnya, menurut Pemohon, pasangan calon nomor urut 6 (enam), yaitu Rita Widyasari, telah melakukan pelanggaran terkait persyaratan sebagai calon kepala daerah. Dimana ia sebagai Ketua DPRD Kutai Kartanegara seharusnya mengundurkan diri ketika mencalonkan diri, tapi kenyataannya, saat mencalonkan diri dalam Pemilukada dia masih aktif sebagai pimpinan DPRD. “Meskipun sudah menyatakan mengundurkan diri, tapi ia (Rita) sebenarnya masih aktif karena ia menandatangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” ujar Safrudin.
“Kami meminta KPUD Kutai Kartanegara mengkaji secara faktual atas kejadian ini dan meminta untuk mendiskualifikasi nomor urut enam karena telah melanggar peraturan yang telah ada,” lanjutnya.
Selain itu, Pemohon juga meminta untuk dilakukan uji petik, yaitu melakukan penghitungan ulang dengan cara sampling acak pada 30% daerah atau Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Berkenaan dengan permohonan tersebut, Termohon, melalui kuasa hukumnya, Bambang, mengajukan eksepsi atas permohonan. Hal ini dikarenakan dalam memasukkan berkas, Pemohon telah melampaui batas waktu pengajuan permohonan yang telah ditentukan. Seperti termuat dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 15 tahun 2008 Pasal 5 ayat (1), yang menyebutkan bahwa pengajuan permohonan paling lambat ke Mahkamah Konstitusi adalah 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara.
“Termohon telah melakukan penetapan hasil penghitungan rekapitulasi suara pada 15 mei 2010, sedangkan permohonan diregistrasi pada tanggal 25 mei 2010, jadi permohonan telah daluarsa,” tegasnya.
Kemudian, ia menambahkan bahwa permohonan juga tidak berkaitan langsung dengan hasil penghitungan suara atau adanya kesalahan penghitungan suara. Malah Pemohon dalam petitumnya tidak menyebutkan dan meminta MK untuk menyatakan pengitungan KPU adalah salah dan versi Pemohonlah yang benar.
“Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi, padahal hal itu bukanlah objek yang diperkarakan di Mahkamah ini, oleh karena itu sudah sepatutnya Mahkamah menerima eksepsi dan menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” pungkasnya.
Pihak Terkait pun juga mengajukan eksepsi terhadap permohonan, pada intinya mereka juga menyatakan bahwa permohonan telah melampaui tenggat waktu, serta dalil-dalil Pemohon berkaitan dengan pelanggaran pidana yang bukan objek sengketa di Mahkamah Konstitusi. “Dalil-dalil Pemohon bukan objek sengketa Pemilukada yang bisa diajukan di MK,” kata salah satu kuasa hukumnya.
Setelah mendengarkan seluruh pihak, Ketua Panel menskors sidang selama 5 (lima) menit untuk melakukan musyawarah Panel Hakim. Selanjutnya, Akil pun mencabut skors dan menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Kamis, (03/06), pukul 13.00 wib. “Panel akan membahas dengan Pleno (Hakim) untuk menerima atau tidak terhadap eksepsi. Jika eksepsi diterima kita selesai, kalau tidak kita lanjut,” ucapnya sambil menutup sidang. (Dodi. H)