Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan pengujian UU 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Selasa (25/5/2010) pukul 11.00 WIB.
Perkara Nomor 33/PUU-VIII/2010 ini dimohonkan oleh H.B. Paliudju, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan J. Santo. Mereka didampingi Bambang Widjoyanto, Iskandar Sonhadji, dan Diana Fauziah sebagai kuasa hukumnya.
Sidang Panel perkara pendahuluan ini dipimpin Arsyad Sanusi sebagai Ketua Panel dengan didampingi Ahmad Fadlil Sumadi dan Muhammad Alim sebagai anggota Majelis Hakim Panel. Arsyad Sanusi menuturkan, sebenarnya perkara ini atas penunjukan Ketua MK, hakim panelnya adalah Ahmad Sodiki dan Harjono. “Namun, karena keduanya berhalangan, maka demi efisiensi peradilan digantikan oleh susunan hakim panel saat ini,” jelas Arsyad.
Pemohon menyambut baik pemaparan perubahan susunan panel hakim tersebut. “Ini bentuk transparansi dan akuntabilitas lembaga peradilan, meski hanya soal susunan panel hakim,” kata Bambang Widjoyanto.
Selanjutnya, Pemohon menjelaskan, sebenarnya ada beberapa partai yang mendukung permohonan perkara ini. “Namun tidak kami masukkan sebagai Pemohon keseluruhan. Ada juga masyarakat hukum adat yang mendukung,” kata Bambang.
Pasal yang dimohonkan adalah Pasal 58 huruf o yang menyatakan bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama dua kali masa jabatan. “Ini kali ketiga permohonan pengujian pasal yang sama. Ada dua putusan MK untuk pasal yang sama, tapi dengan alat uji dan argumen yang berbeda,” kata Bambang.
Pasal konstitusi yang menjadi dasar adalah Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. “Kata kuncinya adalah kata “demokratis”,” jelas Bambang. Ia menambahkan, kata kunci ini menjelaskan adanya konvergensi antara daulat rakyat dan daulat hukum.
“Pemohon I diangkat menjadi Gubernur Sulawesi Tengah periode pertama 196-2001. Ia saat ini menjabat sebagai gubernur, diangkat pada 2006 sampai 2010. Pengangkatan didasarkan pada UU 5/1974. Jika UU ini diperiksa, tidak ada rumusan kata “demokratis” dan proses pemilihannya tidak secara demokratis karena gubernur diangkat, bukan dipilih,” tutur Bambang.
Ia menambahkan, Pemohon dirugikan kalau pemilu mendatang menggunakan UU 32/2004. KPU Sulteng membuat surat tentang syarat calon kepala daerah yang menyebutkan tidak boleh menjabat selama dua kali. “Surat tersebut menegasikan hak Pemohon untuk dapat dicalonkan sebagai calon gubernur 2011-2016,” kata Pemohon.
Ketua Panel Arsyad Sanusi menasehati Pemohon agar permohonannya dipertajam dengan kata“demokratis” yang dipersoalkan. Muhammad Alim menguatkan nasehat itu dengan meminta Pemohon mencari rujukan makna “demokratis” sehingga maknanya lebih terlihat. (Yazid)