Jakarta, MK Online - Dalam rangka lebih mengenal dan menyelami seluk beluk Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, sekitar 120 orang siswaSekolah Menengah Atas (SMA) Islam Al Azhar 3 Jakarta menyambangi gedung MK, Rabu (26/05). Rombongan siswa yang masih kelas 10 (sepuluh) tersebut didampingi oleh tiga orang guru, yakni Hasan Marzuki, selaku Ketua rombongan, beserta Heri Herdianto dan Irfan Fajarudin.
“Acara ini bertujuan untuk membuat para siswa agar lebih memahami peran dan fungsi MK, serta untuk meningkatkan motivasi dan menambah pengetahuan peserta didik supaya mendapatkan gambaran ketika sudah lulus dari jenjang Sekolah nantinya. Hal ini menjadi penting dikarenakan MK merupakan lembaga negara yang bisa dikatakan relatif baru,” tutur Heri Herdianto, “biar gak teori dikelas aja,” tambahnya.
Rombongan itu diterima oleh Kepala Bagian Administrasi Perkara MK, Wiryanto. Dalam paparannya, Pa Wir (biasa ia dipanggil) berpesan kepada para peserta, agar mampu menghayati Pancasila dan selalu berpegang teguh kepada konstitusi. “Kita, apalagi siswa sekalian, sebagai generasi muda kedepan harus bisa meresapi pancasila dan harus memahami konstitusi,” pesannya.
Selanjutnya, ia pun mejabarkan beberapa pokok bahasan yang terkait dengan MK. Paparannya dimulai dengan mengurai tentang sejarah singkat pembentukan Undang-Undang Dasar, kemudian masuk kepada penjelasan terkait Lembaga-lembaga Negara pasca amandemen, Fungsi dan Wewenang MK, Asas dan Hukum Acara MK sampai kepada Prosedur beracara di MK.
Pada kesempatan itu, Wiryanto pun menegaskan bahwa MK memiliki perbedaan dengan Mahkamah Agung (MA) atau peradilan lainnya. Perbedaan tersebut diantaranya adalah hakim MK yang berjumlah 9 (sembilan) orang itu, merupakan hasil dari usulan tiga cabang kekuasaan, yakni ekskutif, legislatif dan yudikatif, yang kemudian akan ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Negara. Di mana hal ini, tidak kita temui pada peradilan lainnya. “MK bukan MA, bukan dibawah atau diatasnya. MK beda dengan MA,” tegasnya.
Tidak hanya itu, menurutnya, terhadap putusan MK pun tidak bisa dilakukan upaya hukum. Karena putusan MK merupakan final and binding (terakhir dan mengikat), seperti yang telah dirumuskan dalam perundang-undangan. “Hal ini tidak sama dengan peradilan umum yang ada banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK). Di MK, itu semua tidak ada,” katanya.
Setelah mengunjungi MK, rombongan pun berniat meneruskan kunjungannya ke institusi pemerintah lainnya. “Untuk semakin memperkaya pengetahun peserta didik. Setelah ini kami berencana ke Komnas HAM,” ungkap Heri. (Dodi. H)