Ayat tembakau di Undang-Undang Kesehatan kembali dipermasalahkan. Pertengahan 2009 lalu, DPR dihebohkan karena ayat yang memuat ketentuan itu di pasal 113 UU 36/2009 tentang Kesehatan hilang. Setelah "ditemukan" kini ayat itu diuji untuk pembatalan.
Ketua DPRD Temanggung Bambang Sukarno mengajukan pembatalan pasal itu di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 20 Mei 2010. Mahkamah menggelar pleno pertama dengan agenda pembacaan permohonan dan tanggapan pemerintah serta DPR.
Dalam permohonannya, Bambang meminta pembatalan pasal itu. Sebab, pasal itu berdampak psikologis, merugikan secara materiil, dan tidak adanya kepastian hukum bagi petani tembakau.
Bambang mempertanyakan, kenapa ayat itu berada di bawah pasal zat adiktif, dan hanya tembakau yang tegas disebut.
Padahal, banyak tanaman pertanian lain yang mengandung zat adiktif. "Tanaman ganja yang dilarang tidak dimasukkan dalam UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan," kata Ketua DPC PDIP Temanggung itu.
Dia berargumen UUD 1945 melindungi kelangsungan hidup rakyat. Keberlangsungan ekonomi rakyat yang menggantungkan pada pertanian juga harus dilindungi. Kelestarian kehidupan petani tambakau dan cengkeh untuk memenuhi kehidupannya perlu kepastian hukum.
"Pasal 113 UU Kesehatan mengakibatkan kerugian materiil petani tembakau dan cengkeh, maka bertentangan UUD 1945," kata Ketua Asosiasi DPRD se-Indonesia itu. Pihak pemerintah membantah semua argumen Bambang.
Tanggapan pemerintah dibacakan Kepala Biro SDM Kementrian Kesehatan Bambang Giatno Rahardjo. Menurut Giatno, ketentuan itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. "Pengaturan ganja, di UU Narkotika, ada juga UU Psikotropika," ujarnya.
Menurut Giatno, ketentuan itu juga upaya bertahap menyesuaikan dengan WHO Framework Convention Tobacco Control. "Memang pengaturannya dapat dilakukan sebagai bagian integral dari pengaturan kesehatan," ujarnya.
Berikut Pasal 113 ayat(1) yang diuji itu:
"Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan." ayat (2), "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya."
ayat (3), "Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan."
Ismoko Widjaya, Suryanta Bakti Susila, Vivanews.com